Selasa 11 Oct 2016 17:14 WIB

Turki Perintahkan Penangkapan 125 Polisi

Sebuah tank berada di Kota Ankara, Turki, Jumat, 22 Juli 2016. Turki berada dalam status darurat usai kudeta yang gagal.
Foto: AP Photo/Burhan Ozbilici
Sebuah tank berada di Kota Ankara, Turki, Jumat, 22 Juli 2016. Turki berada dalam status darurat usai kudeta yang gagal.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Seorang jaksa penuntut Turki pada Selasa (11/10) memerintahkan penangkapan 125 orang aparat polisi dalam investigasi sebuah pergerakan relijius yang dituduh melakukan kudeta militer oleh pemerintah, kantor berita nasional Anadolu melaporkan.

Itu merupakan penangkapan gelombang kedua sejak 7 Oktober lalu yang menyasar para tersangka perencana kudeta dalam badan kepolisian, kantor berita swasta Dogan mengatakan dalam situs resmi mereka. Pihak berwenang melakukan penggerebekan di Istanbul, dan di antara para aparat yang dicari terdapat 30 orang kepala polisi.

Tidak ada pejabat apa pun dari kantor jaksa yang ada saat itu untuk memberikan komentar terkait perintah penangkapan tersebut. Presiden Tayyip Erdogan menuduh mantan sekutunya, pemuka agama Islam Fethullah Gulen, berada di balik pemberontakan 15 Juli lalu yang menewaskan 240 orang, kebanyakan warga sipil yang memprotes usaha pemberontakan itu.

Gulen, yang saat ini tinggal di Pennsylvania menyangkal segala keterlibatan.

Jaksa Istanbul mengatakan para pejabat itu menjadi tersangka karena mereka dituduh menggunakan sebuah aplikasi perpesanan telepon genggam yang kurang populer, ByLock, Dogan melaporkan. Pemerintah menggunakan dekrit yang dikeluarkan saat darurat untuk segera mengumpulkan para tersangka perencana kudeta, dan 32 ribu orang telah ditahan.

Mereka juga telah memberhentikan 100 ribu orang dari sejumlah dinas keamanan dan birokrasi. Parlemen pada Selasa akan memilih untuk memperpanjang keadaan darurat, yang dikeluarkan pada Juli lalu selama tiga bulan, hingga Januari.

Gulen (75 tahun) telah memimpin sebuah pergerakan relijius selama beberapa dasawarsa dimana para anggotanya berusaha mendapatkan posisi dalam pasukan keamanan dan pegawai negeri sipil untuk memperluas cakupannya. Dia melarikan diri dari Turki pada 1999 untuk menjauhi pengadilan terkait tuduhan komentar antisekuler.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement