Rabu 19 Oct 2016 17:31 WIB

Penurunan Harga Minyak Jadi Masalah Baru Duterte

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Foto: AP Photo / Bullit Marquez
Presiden Filipina Rodrigo Duterte

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Setelah dua tahun bekerja di Arab Saudi, Arman Abelarde (47 tahun) mengemas tasnya pada September lalu dan pulang ke Filipina. Pekerja asing seperti Abelarde telah menjadi sumber tenaga kerja utama di Teluk Arab selama setengah abad.

Di Riyadh, Arab Saudi, Abelarde bekerja sebagai pembuat papan panel. Namun perusahaannya, sama seperti perusahaan-perusahaan lainnya, mulai memberhentikan karyawan seiring dengan sedikitnya kontrak dari pemerintah karena kemerosotan harga minyak.

"Saya tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi, bahwa Arab akan runtuh. Tidak ada lagi proyek. Perusahaan menutup usahanya," ujar Abelarde.

Baru-baru ini, pemerintah Arab Saudi terlambat membayar kontrak konstruksi. Akibatnya ribuan pekerja asing terbengkalai tanpa bayaran. Perusahaan Abelarde menjadi salah satu di antaranya.

Baca: Protes Anti-Amerika di Filipina Ricuh

Saat ini ia menjadi tukang cat rumah di Manila. Pekerjaan ini satu-satunya pekerjaan yang ia dapatkan untuk menghidupi lima orang anggota keluarganya. "Saya tidak ingin menganggur, saya akan melakukan pekerjaan apa saja," ucap Abelarde.

Untuk sebagian besar warga Filipina, Arab Saudi adalah tempat menggiurkan untuk mencari lahan pekerjaan. Arab Saudi menjadi negara tujuan utama ribuan pekerja Filipina di luar negeri.

"Filipina menjadi sedikit bergantung pada pekerjaan di Timur Tengah. Sekarang kawasan itu tidak lagi mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti dulu dan prospek pengiriman uang memburuk," ungkap ekonom Bank of the Philippine Island, Emilio Neri di Manila, dikutip dari Bloomberg.

Lebih dari 8.000 warga Filipina kehilangan pekerjaan di Arab Saudi di sepanjang tahun ini. Departemen Luar Negeri Filipina memperkirakan, hal itu akan mengancam aliran dana bagi keluarga yang menjadi tanggungan para tenaga kerja dan juga mengancam kestabilan pemasukan devisa negara.

Duterte, yang baru menjabat sebagai Presiden Filipina pada Juni lalu, menghadapi risiko meningkatnya masalah perekonomian di negaranya. Kepercayaan investor terhadap Filipina sedang goyah. Sektor ekspor, sumber pemasukan terbesar Filipina dari valuta asing, terus jatuh selama 17 bulan terakhir.

Mata uang Peso diperdagangkan mendekati level terendah selama tujuh tahun, menunjukkan performa mata uang Asia terburuk setelah Yuan pada 2016 lalu. Selain itu, saham juga jatuh sebesar 5,6 persen sejak Duterte menjabat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement