Ahad 20 Nov 2016 02:15 WIB

Belanda Waspadai Rencana Operasi ISIS di Eropa

Rep: Sri Handayani/ Red: Andri Saubani
Koordinator Program Anti-terorisme Belanda, Dick Schoof.
Foto: EPA/Bart Maat
Koordinator Program Anti-terorisme Belanda, Dick Schoof.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Pakar intelijen Belanda menyebut, kelompok ekstremis Negara Islam Irak-Suriah (Islamic State/IS) merencanakan 60 hingga 80 persen operasi di Eropa sebelum melakukan serangan. Dalam sebuah wawancara dengan the Associated Press, Koordinator Program Anti-terorisme Belanda, Dick Schoof mengatakan, calon militan diperintahkan untuk tidak datang ke Suriah dan Irak, namun menyiapkan serangan di Eropa. 

Seperti dilansir Fox News, Sabtu (19/11), selama enam bulan terakhir, jumlah ekstremis asing memang belum tumbuh. Namun, fakta bahwa mereka tidak bepergian bukan berarti potensi ancaman berkurang. Menurut Schoof, operasi militer di Suriah dan Irak untuk menggulingkan kelompok yang dulu disebut ISIS ini membuat para ekstremis berhamburan. 

Kondisi itu diprediksi akan menyebabkan peningkatan jumlah pengungsi secara bertahap. Secara jangka panjang, fenomena ini akan menimbulkan bahaya bagi keamanan nasional Belanda dan negara Eropa lainnya. “Kami menemukan 294 militan teroris pergi ke Irak dan Suriah. Masih ada 190 orang di sana. Apa yang terjadi di Perancis dan Brussels, serta Jerman, bisa terjadi pada kita,” kata dia. 

Schoof memprediksi, ada sekitar 4.000-5.000 militan terosis dari Eropa di Irak dan Suriah. Sekitar 190 hingga 350 orang di antaranya berasal dari Belanda. Dalam sebuah konferensi di New York, Schoof mengatakan, Belanda mempunyai program untuk melakukan represi dan pencegahan. 

Di sisi represi, para militan yang kembali dari Suriah dan Irak ditahan dan dituntut di pengadilan. Pengadilan Belanda baru-baru ini memberikan hukuman enam tahun penjara dalam beberapa kasus terorisme. Pemerintah juga mencabut paspor dan membekukan aset mereka, serta meningkatkan langkah-langkah pengamanan. 

Adapun dari sisi pencegahan, pemerintah setempat meningkatkan dukungan keluarga dengan memutus intervensi, memberikan pendidikan dan bantuan psikologis jika diperlukan. Dalam kasus tertentu, pemerintah juga dapat melakukan penangkapan. 

Wali kota Den Haag, Jozias van Aartsen, mengatakan, terbangunnya kepercayaan dan hubungan yang dekat dengan komunitas Muslim adalah satu hal penting. “Mereka adalah warga negara Belanda. Ada beberapa pihak di Belanda yang ingin menutup masjid. Itu kebijakan yang benar-benar salah,” kata dia. 

Walau demikian, Aartsen berpendapat bahwa kewaspadaan tetap dibutuhkan. Aparat pemerintah daerah menjadi pengawas terhadap berkembangnya radikalisasi. Pekan lalu, Federasi Masjid, menyebarkan surat ke semua masjid di Belanda. Di dalamnya terdapat ajakan untuk tidak menerima ujaran kebencian di tempat ibadah. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement