Rabu 15 Mar 2017 18:44 WIB

Wapres Filipina Kecam Kebijakan Perang Narkoba Duterte

Presiden Filipina Rodrigo Duterte (kanan) bersama Wakil Presiden Leni Robredo berpose setelah parade militer di Camp Aguinaldodi Metro Manila, Filipina, 1 Juli 2016.
Foto: REUTERS/Erik De Castro
Presiden Filipina Rodrigo Duterte (kanan) bersama Wakil Presiden Leni Robredo berpose setelah parade militer di Camp Aguinaldodi Metro Manila, Filipina, 1 Juli 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Wakil Presiden Filipina Leni Robredo dalam sebuah video yang dikirim kepada PBB mengecam kebijakan perang narkoba Presiden Rogdrigo Duterte yang membuat ribuan nyawa melayang.

Robredo mengatakan narkotika dan obat-obatan terlarang adalah persoalan kesehatan publik yang tidak bisa diselesaikan hanya melalui peluru. Lebih dari 8.000 orang telah tewas sejak Duterte melancarkan perang melawan narkoba saat resmi menjadi presiden pada 30 Juni tahun lalu. Selain itu, sekitar 2.500 tewas di tangan para polisi yang mengaku terpaksa mengeluarkan tembakan untuk membela diri.

Sejumlah organisasi pembela hak asasi manusia mengatakan ribuan kematian itu merupakan pembunuhan ekstra judisial yang diperintahkan oleh polisi. Pihak kepolisian sendiri membantah tudingan tersebut. Dalam sebuah video yang akan diperlihatkan pada Kamis dalam pertemuan tahunan Komisi PBB untuk Narkoba di Jenewa, Robredo menentang kebijakan Duterte.

"Warga Filipina saat ini tidak punya harapan maupun pertolongan. Jumlah kematian akibat pembunuhan terkait narkoba terus naik," kata dia dalam video yang juga diunggah di media sosial YouTube tersebut.

"Kita sekarang harus menyaksikan statistik yang sungguh memprihatinkan. Sejak Juni tahun lalu, lebih dari 7.000 orang tewas tanpa persidangan yang adil. Rakyat kami sangat membutuhkan lingkungan yang aman," kata Robredo.

Pemerintah hingga kini tidak berkomentar mengenai pernyataan Robredo tersebut. Robredo adalah salah satu dari sedikit tokoh politik elite yang secara terbuka menentang kebijakan Duterte.

Sebagian besar para pengkritik Duterte harus menghadapi pembunuhan karakter dan didiskreditkan oleh sang presiden sendiri dan orang-orang terdekatnya. Duterte juga mengaku tidak ragu untuk mempermalukan pemimpin negara asing yang berpendapat berbeda.

Hubungan Robredo dengan Duterte memang sudah sejak lama memanas. Sang wakil presiden tidak pernah diundang dalam rapat kabinet, dan keduanya jarang bertemu.

Robredo berasal dari partai yang berbeda dan bukan merupakan tokoh pilihan Duterte. Keduanya terpilih dalam pemungutan suara yang berbeda, kontras dengan Indonesia di mana presiden dan wakilnya dipilih dalam satu paket.

Robredo sempat meminta agar pemerintah lebih transparan dalam kebijakan narkoba dan meragukan statistik Duterte terkait pengguna obat-obatan terlarang. Duterte pernah mengatakan empat juta orang Filipina sudah menjadi budak narkoba. Menurut Robredo, persoalan narkoba sangat terkait erat dengan kemiskinan dan ketimpangan sosial.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement