Jumat 17 Mar 2017 22:08 WIB

Meski Kelaparan, Sudan Selatan Masih Keluarkan Jutaan Dolar untuk Senjata

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Dwi Murdaningsih
Penduduk Sudan Selatan
Foto: Reuters
Penduduk Sudan Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA - Sebuah laporan terbaru PBB menunjukkan, Presiden Sudan Selatan Salva Kiir masih mengeluarkan dana jutaan dolar untuk membeli senjata. Ironisnya, negara yang dilanda perang itu kini telah ditetapkan sebagai salah satu negara yang menderita kelaparan parah.

PBB mengatakan, 97 persen dari pendapatan Sudan Selatan berasal dari penjualan minyak. Setengah dari anggaran substansial negara itu dikhususkan untuk membiayai keamanan.

"Pendapatan dari penjualan minyak mencapai sekitar 243 juta dolar AS antara akhir Maret hingga akhir Oktober 2016," ujar tim panel monitor PBB, dalam sebuah laporan yang ditujukan kepada Dewan Keamanan PBB, Kamis (16/3).

"Meskipun skala dan lingkup krisis politik, kemanusiaan, dan ekonomi terus meningkat, tim panel terus berusaha mengungkap bukti pengadaan sejata yang dilakukan oleh Pemerintah untuk SPLA (Tentara Sudan Selatan), Dinas Keamanan Nasional, dan pasukan terkait," tulis laporan itu.

PBB telah menyatakan bencana kelaparan di beberapa wilayah di negara termuda di dunia itu. Hampir setengah penduduknya atau sekitar 5,5 juta orang, menderita kekurangan pangan.

Perang saudara di Sudan Selatan meletus pada 2013 ketika Kiir, seorang etnis Dinka, memecat wakilnya Riek Machar, seorang etnis Nuer. Machar kini telah melarikan diri dan tinggal di Afrika Selatan.

"Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa kelaparan diakibatkan oleh konflik berkepanjangan dan, khususnya, oleh operasi militer yang dilakukan oleh SPLM/A di negara bagian selatan, penolakan akses kemanusiaan oleh SPLM/A, dan pengungsian penduduk karena perang," kata laporan itu.

PBB mengatakan setidaknya seperempat penduduk Sudan Selatan telah mengungsi sejak 2013. Laporan tahunan tim panel monitor PBB ke Dewan Keamanan PBB diberikan menjelang pertemuan menteri-menteri di Sudan Selatan, Kamis (23/3) mendatang. Pertemuan itu dijadwalkan akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson.

Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama sangat terlibat dalam kelahiran Sudan Selatan, yang memperoleh kemerdekaan dari Sudan pada 2011. Obama juga memimpin upaya Dewan Keamanan untuk mencoba mengakhiri perang sipil. Namun, saat ini kebijakan Presiden baru AS Donald Trump untuk negara-negara Afrika dinilai tidak jelas.

Pada Desember, Dewan Keamanan gagal mengadopsi resolusi AS yang disusun untuk memaksa embargo senjata dan sanksi lebih lanjut kepada Sudan Selatan. Dewan Keamanan memberikan sanksi kepada Sudan Selatan pada Maret 2015 dan memasukkan enam jenderal ke daftar hitam, dengan pembekuan aset dan larangan perjalanan.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement