Ahad 07 May 2017 08:14 WIB

Aktivis Sayap Kanan AS dan WikiLeaks Bantu Bocorkan Surel Macron

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Winda Destiana Putri
Calon presiden Prancis sekaligus pendiri gerakan En Marche Emmanuel Macron.
Foto: Reuters
Calon presiden Prancis sekaligus pendiri gerakan En Marche Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Sejumlah riset menunjukkan, aktivis sayap kanan AS ikut membantu membocorkan surel milik calon Presiden Prancis Emmanuel Macron yang diretas. WiliLeaks dan akun buzzer otomatis di jejaring sosial Twitter juga disinyalir ikut membantu terjadinya kebocoran surel yang terjadi dua hari sebelum pemungutan suara itu.

Tim kampanye Macron mengatakan, surel dan dokumen kampanye lainnya telah dicuri pada Jumat (5/5). Dokumen-dokumen itu kemudian menyebar cepat di Twitter, Facebook, dan forum pengiriman pesan 4chan.

Riset yang dilakukan oleh The Atlantic Council's Digital Forensic Research Lab, yang diterbitkan pada Sabtu (6/5), menemukan bahwa tagar #MacronLeaks ditulis 47 ribu kali dalam tiga setengah jam di Twitter. Tagar itu menjadi perbincangan setelah pertama kali digunakan oleh Jack Posobiec.

Posobeic adalah seorang penulis di Washington yang bergabung dengan media sayap kanan, The Rebel. Biografi Posobiec yang tersebar secara daring menunjukkan, dia membantu mengkoordinasikan sebuah kelompok yang mendukung kampanye Presiden AS Donald Trump.

Cuitan pertama Posobiec terkait dokumen Macron telah dibagikan sebanyak 15 kali dalam satu menit dan dibagikan 87 kali dalam lima menit. Peneliti senior The Atlantic Council's Digital Forensic Research Lab, Ben Nimmo, mengungkapkannya dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di Medium.

Posobiec sangat produktif di Twitter dan memiliki lebih dari 100 ribu akun pengikut. Saat dihubungi oleh Reuters, Posobiec mengaku dia tidak mengoperasikan akun buzzer dan dia hanya membagikan apa yang yang ia lihat di 4chan.

Menurut Nimmo, para akun buzzer telah membantu memindahkan tagar #MacronLeaks dari AS ke Prancis. Saat itu, jajak pendapat menunjukkan, Marine Le Pen tertinggal 20 poin persentase dari Macron menjelang pemungutan suara pada Ahad (7/4).

WikiLeaks yang menampilkan surel Clinton saat pemilu AS 2016 juga memiliki pengaruh besar di Twitter terkait kebocoran surel Macron. Meski tidak memublikasikan informasi isi surel, WikiLeaks ikut menulis cuitan mengenai kebocoran itu.

Insiden ini mengingatkan pada aktivis sayap kanan dan media pemerintah Rusia yang berupaya menyebarkan dokumen memalukan yang dicuri dari Hillary Clinton saat pemilu AS tahun lalu. Selain itu, kejadian ini juga mempertanyakan apakah perusahaan media sosial telah melakukan banyak hal untuk membatasi akun palsu atau konten sensitif di platform mereka.

Twitter menolak memberi pernyataan apakah mereka telah mengambil tindakan spesifik untuk menanggapi kebocoran email Macron. Jejaring sosial Facebook juga tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Dokumen kampanye sebesar sembilan gigabyte milik Macron telah ditampilkan di Pastebin, sebuah situs berbagi dokumen tanpa nama. Menurut seorang peneliti siber di FireEye, John Hultquist, dokumen yang diunggah di situs-situs seperti Pastebin dan WikiLeaks akan menyulitkan pihak berwenang untuk tahu siapa yang mencuri dokumen.

Perusahaan intelijen siber AS, Flashpoint, mengatakan, ada indikasi APT 28 berada di balik kebocoran surel Macron, meski belum ada bukti yang meyakinkan. APT 28 adalah sebuah kelompok yang bekerja sama dengan GRU, unit intelijen militer Rusia.

Flashpoint menuturkan, metadata yang terdapat dalam salah satu dokumen yang bocor menunjukkan adanya modifikasi yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja di industri teknologi di Moskow.

Namun, periset siber lainnya mengatakan analisis tersebut terlalu dini dan pejabat keamanan barat harus berhati-hati dalam menetapkan keputusan. Terlebih Kremlin telah berulang kali membantah tuduhan serangan siber untuk mencampuri pemilu Prancis atau AS.

Kebocoran surel Macron membuat banyak pihak mencurigai bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin ingin kembali mencoba memasukkan pengaruhnya di dalam pemilu negara Barat. Badan intelijen AS sempat menyimpulkan, Putin memerintahkan pembajakan email Partai Demokrat selama pemilu AS agar Partai Republik mendapatkan keuntungan, dilansir Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement