Selasa 16 May 2017 19:09 WIB

Mesir Susun RUU Pembatasan Akses Media Sosial

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
A man is silhouetted as he uses a mini tablet computer while standing in front of a video screen with the Facebook and Twitter logos, in this picture illustration taken in Sarajevo October 22, 2013.
Foto: Reuters/Dado Ruvic
A man is silhouetted as he uses a mini tablet computer while standing in front of a video screen with the Facebook and Twitter logos, in this picture illustration taken in Sarajevo October 22, 2013.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Mesir tengah menyusun rancangan undang-undang (RUU) untuk membatasi warganya mengakses media sosial. RUU tersebut digagas oleh Reyad Abdel Sattar dari Partai Bebas Liberal Mesir yang memiliki kursi terbanyak di parlemen.  

Sattar mengatakan tujuan dari penerbitan undang-undang tersebut adalah untuk membatasi sekaligus memerangi terorisme dan hasutan melawan negara yang tersebar di berbagai media sosial. Bila nanti diratifikasi, undang-undang tersebut akan memfasilitasi negara untuk mengawasi jaringan media sosial di Mesir, termasuk Twitter dan Facebook.

Kendati demikian, warga masih tetap masih bisa mengakses akun media sosialnya. Namun, mereka harus terlebih dulu mendaftar ke dalam sistem elektronik yang dikelola pemerintah. Bila telah terdaftar, mereka akan mendapatkan ID nasional yang akan memberi mereka izin untuk mengakses media sosial, seperti Facebook.

Wafa-Ben Hassine dari kelompok hak digital Access Now mengaku cukup khawatir dengan adanya ide untuk menerbitkan RUU tersebut. “Ini akan berdampak besar dengan mengendalikan apa yang orang katakan dan katakan tidak,” ucapnya seperti dilaporkan laman CNN, Selasa (16/5).

Ia juga menentang mekanisme pendaftaran untuk mendapatkan nomor ID nasional agar bisa mengakses media sosial. “ID yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan sejumlah besar kegiatan termasuk mengemudi, perbankan, dan layanan medis. Sehingga pemerintah akan memiliki lebih banyak informasi tentang keberadaan pengguna,” ujar Hassine.

Selain lebih mudah memantau pergerakan dan keberadaan pengguna, Hassine juga menyangsikan pemerintah Mesir mampu menangani proses pendaftaran untuk mendapatkan nomor ID nasional. Sebab sepertiga rakyat Mesir atau sekitar 30 juta orang menggunakan Facebook. Bila mereka semua mengajukan permohonan untuk mendapatkan nomor ID nasional, pemerintah Mesir pasti akan kewalahan.

“Saya ragu pemerintah Mesir memiliki kapasitas untuk melakukan hal itu,” katanya.

Menurutnya, gagasan untuk mengontrol masyarakat dalam mengakses media sosial sudah sangat usang. “Seluruh dunia telah melampaui gagasan untuk melarang internet,” ucapnya.

Inisiatif RUU ini merupakan upaya terbaru Mesir untuk menindak pengguna media sosial sejak revolusi pada 2011 lalu. Penggulingan mantan presiden Hosni Mubarak dijuluki sebagai “Revolusi Facebook” karena penggunaan jaringan sosial penyelenggara. Twitter dan Facebook diblokir selama fase pemberontakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement