Rabu 30 Aug 2017 04:51 WIB

Pembakaran Desa-Desa Warga Rohingya Kembali Terjadi

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang wanita Rohingya di perbatasan Myanmar - Bangladesh menangis setelah mendapat kabar melalui telefon suaminya tewas oleh militer Myanmar.
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Seorang wanita Rohingya di perbatasan Myanmar - Bangladesh menangis setelah mendapat kabar melalui telefon suaminya tewas oleh militer Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, MAUNGDAW -- Sejumlah kelompok aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa pembakaran dengan sengaja desa-desa yang menjadi tempat tinggal bagi warga Rohingya di Rakhine, Myanmar terjadi, Selasa (29/8). Pasukan militer negara itu dituding berada di balik peristiwa ini.

Banyak bangunan dan area lingkungan warga, khususnya di Maungdaw, utara Rakhine yang terlihat terbakar dan ditunjukkan melalui media sosial. Diyakini pasukan militer dengan sengaja melakukan tindakan keras sebagai upaya menekan kelompok militan yang diduga berasal dari etnis Rohingya.

Dilaporkan oleh Arakan Times, pasukan tentara Myanmar serta polisi penjaga perbatasan di Rakhine membakar setidaknya 1.000 rumah warga Rohingya. Tindakan keras ini dimulai pada Sabtu (26/8) lalu dan berlanjut hingga Senin (28/8).

Kelompok actives Human Rights  Watch juga mengatakan ada bukti dari gambar yang diambil melalui satelit bahwa pembakaran secara luas terjadi di wilayah utara Rakhine. Setidaknya ada 10 area yang terlihat penuh dengan kobaran api.

Sementara itu, Pemerintah Myanmar mengakui terjadinya pembakaran di area desa-desa yang kebanyakan ditempati warga Rohingya. Namun, pihaknya mengatakan bahwa hal itu sebenarnya dilakukan oleh kelompok teroris ektremis sebagai propaganda.

"Teroris ektremis meletakkan bom imporvisasi mereka dengan membakar desa-desa dan menyerang polisi yang berjaga di area perbatasan sejak pagi tadi," jelas pernyataan Pemerintah Myanmar, dilansir The Independent, Selasa (29/8).

Hingga saat ini penyebab kebakaran masih sulit dipastikan mengingat klaim pemerintah dan kelompok aktivis ham yang berbeda. Selama ini, Pemerintah Myanmar menutup akses bagi para tim pengawas PBB yang hendak memasuki area konflik di Rakhine.

Kekerasan yang terjadi terhadap Rohingya pertama kali terdengar pada 2012 lalu yang telah membuat setidaknya 140 ribu warga dari etnis tersebut tewas. Kemudian yang terbaru pada Oktober 2016, di mana menyebabkan sekitar 70 ribu warga etnis itu melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari operasi militer Myanmar di Rakhine.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement