Selasa 19 Sep 2017 21:12 WIB

Prancis Bela Kesepakatan Nuklir Iran

Rep: Puti Almas/ Red: Endro Yuwanto
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) berbincang dengan Presiden AS Donald Trump saat meninggalkan Museum Les Invalides di Paris, Prancis, 13 Juli 2017.
Foto: Ian Langsdon, Pool via AP
Presiden Prancis Emmanuel Macron (kiri) berbincang dengan Presiden AS Donald Trump saat meninggalkan Museum Les Invalides di Paris, Prancis, 13 Juli 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,  NEW YORK -- Prancis mengajukan permohonan agar Amerika Serikat (AS) terus melanjutkan kesepakatan nuklir Iran. Negara itu juga menyarankan agar isi perjanjian dan ketentuan di dalamnya untuk dapat terus diperkuat, bahkan setelah masa berakhirnya tiba dalam satu dekade ke depan.

"Sangat penting untuk mempertahankan kesepakatan ini agar tidak terjadi suatu proliferasi, dalam waktu ini kami dapat melihat risiko termasuk dengan Korut," ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, Selasa (19/9).

Karena itu, Prancis akan mencoba terus meyakinkan AS untuk menjaga kesepakatan tersebut. Bahkan, termasuk untuk melengkapi ketentuan serta perjanjian di dalamnya setelah 2025.

Kesepakatan nuklir Iran yang dibuat bersama dalam Dewan Keamanan PBB pada 2015 memuat ketentuan bahwa negara itu harus mengurangi produksi uranium, serta meniadakan segala kemungkinan pengembangan senjata nuklir. Selama ini, Teheran dianggap telah mematuhi perjanjian di dalamnya.

Meski demikian, AS sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB terus memiliki kekhawatiran terhadap Iran. Presiden negara adidaya itu, Donald Trump juga telah mengkritik kesepakatan yang dianggap 'cacat' tersebut.

AS telah merasakan Iran sebagai ancaman utama negara mereka. Termasuk dengan kemungkinan bahwa program nuklir Teheran dapat menghasilkan pengembangan senjata berbahaya seperti rudal balistik.

Dalam kesepakatan nukilr yang dibuat, AS merasa belum sepenuhnya dapat terlindung dari kemungkinan bahaya tersebut. Hal itu di antaranya karena di dalam isi perjanjian, tidak dibahas adanya kekhawatiran dunia mengenai kegiatan non-nuklir Iran. Termasuk juga membuat AS dan negara lain yang terlibat dalam perjanjian dapat menghukum Iran atas adanya kemungkinan terjadinya hal itu.

Trump juga selama ini dikenal sebagai sosok yang mengecam kesepakatan nuklir Iran. Perjanjian dibuat saat AS berada di bawah pemerintahan mantan presiden Barack Obama itu disebut olehnya sebagai hal terburuk yang dinegosiasikan.

Pada Agustus 2017 lalu, Pemerintah AS juga telah menyetujui rancangan undang-undang baru yang memungkinkan diberikannya sanksi tambahan terhadap Iran. Namun, hal itu dinilai telah melanggar kesepakatan nuklir yang tercapai dibuat oleh Negeri Paman Sam bersama dengan Dewan Keamanan PBB pada 2015.

Baru-baru ini, Trump juga mengatakan bahwa Iran melanggar semangat dalam kesepakatan nuklir. Ia juga menyampaikan bahwa dibutuhkan strategi baru yang terpadu untuk melawan Iran atas berbagai kesalahan yang dilakukan negara itu, di antaranya yang diduga adalah kegiatan terorisme, program rudal balistik, serta destabilisasi Timur Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement