Sabtu 04 Nov 2017 11:24 WIB

KTT APEC tak Bahas Laut Cina Selatan

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Elba Damhuri
Personel Kopassus berjaga di sekitar area pelaksanaan KTT APEC 2013 di Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10).
Foto: ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo
Personel Kopassus berjaga di sekitar area pelaksanaan KTT APEC 2013 di Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) tidak akan membahas isu Laut Cina Selatan (LCS). Pertemuan tersebut akan lebih membahas kerja sama ekonomi di negara-negara kawasan Asia-Pasifik agar dapat mencapai kemajuan di bidang-bidang seperti pembangunan dan pertumbuhan yang inklusif.

"Laut Cina Selatan tidak menjadi isu dalam KTT APEC ke-25 nanti dan tidak akan dibahas dalam pertemuan itu. Berbagai pihak memiliki konsensus dalam pertemuan ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Cina Li Baodong yang dikutip ECNS, Jumat (3/11).

Sementara, APEC segera digelar di Da Nang, Vietnam, pada 10 hingga 11 November nanti. Sejumlah kerja sama dalam bidang ekonomi, integrasi regional, penguatan daya saing usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), perubahan iklim dan pertanian menjadi bahasan dalam pertemuan para kepala negara itu.

Kondisi Laut Cina Selatan kembali menjadi perhatian setelah Cina secara diam-diam melakukan banyak pembangunan dan reklamasi di kawasan tersebut. Hal ini mengindikasikan Beijing kian memperkuat klaimnya atas wilayah perairan strategis itu.

Belakangan, Cina diketahui membangun reaktor nuklir untuk memasok energi di pulau reklamasi tersebut. Menurut Asia Times, sekitar 20 reaktor nuklir terapung disiapkan untuk mengakomodasi kebutuhan di Laut Cina Selatan, terutama di kepulauan Paracel dan Spratly. Berdasarkan estimasi, pengadaan listrik menggunakan disel menghabiskan Rp 4.000 per kilowatt jam. Sementara, fasilitas nuklir terapung hanya memakan biaya Rp 1.832 per kilowatt jam.

Keberadaan reklamasi dan pembanguan mobile nuclear reactor dinilai sebagai langkah Cina guna menegaskan perairan Laut Cina Selatan merupakan kawasan milik mereka. Tak hanya untuk menghidupi pulau, reaktor nuklir itu juga dapat berlayar untuk menghidupi platform pengeboran eksploitasi migas dan campuran air dan gas alam terkonsentrasi yang mudah terbakar.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Michael Cavey khawatir ketegangan memayungi proyek reklamasi serta pembangunan fasilitas militer Cina di Laut Cina Selatan. "Kami secara konsisten meminta Cina, juga penggugat lainnya, untuk menahan diri dari reklamasi lebih lanjut, pembangunan fasilitas baru, militerisasi wilayah yang dipersengketakan," kata Michael Cavey.

Sebaliknya, Cina mengingatkan AS untuk tidak campur tangan terkait permasalahan yang ada di Laut Cina Selatan. Wakil Menteri Luar Negeri Cina Zheng Zeguang mengatakan, Cina bersedia menyelesaikan masalah secara damai melalui proses negosiasi dengan negara-negara yang terlibat langsung. Dia menambahkan, sengketa Laut Cina Selatan bukan masalah antara Cina dan AS.

"Kami berharap pihak luar, Amerika Serikat membantu dengan tidak menyebabkan masalah," kata Zheng, Jumat (3/11).

Zheng menegaskan, tidak ada gangguan terkait kebebasan berlayar di Laut Cina Selatan. Cina, kata dia, siap menentang pihak manapun yang menggunakannya sebagai dalih untuk membahayakan kepentingan kedaulatan dan keamanan mereka.

Cina dan Vietnam sepakat

Negosiasi antara Cina dan Vietnam terkait konflik Laut Cina Selatan tampaknya berlangsung kondusif. Kedua kepala negara mencapai kesepakatan dan akan bertemu guna mebahas hal tersebut lebih lanjut.

Asisten Menteri Luar Negeri China Chen Xiaodong mengatakan kedua kepala negara telah mencapai konsesus yang penting. Dia mengatakan, kedua belah pihak akan menjunjung tinggi asas musyawarah dan dialog untuk bersama-sama mengelola dan mengendalikan perselisihan.

"Juga melindungi gambaran yang lebih besar mengenai hubungan dan stabilitas Sino-Vietnam di Laut Cina Selatan," kata Chen.

Presiden Cina Xi Jinping dijadwalkan melakukan lawatan ke Vietnam pekan depan sebelum menghadiri pertemuan para pemimpin Asia-Pasifik. Chen mengatakan, kedua negara akan membahas isu kemaritiman lebih dalam.

Laut Cina Selatan diperebutkan oleh Cina, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Jalur strategis tersebut dilalui kapal muatan barang dagang senilai lebih dari 5 triliun dolar AS setiap tahun. Vietnam merupakan negara paling vokal melawan klaim Cina terkait kawasan tersebut.

(Tulisan diolah oleh Yeyen Rostiyani).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement