Senin 06 Nov 2017 17:51 WIB

Kongo Tetapkan Pemilu Presiden Desember 2018

Presiden Kongo Joseph Kabila.
Foto: Reuters/Carlo Allegri
Presiden Kongo Joseph Kabila.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Komisi pemilihan umum Kongo mengumumkan pada Ahad (5/11) pemilihan presiden, yang lama dinantikan untuk menggantikan Presiden Joseph Kabila, akan berlangsung pada 23 Desember 2018.

Sekitar 43 juta pemilih telah terdaftar, kata pejabat komisi tersebut, Corneille Nangaa, dalam jumpa pers di ibu kota Republik Demokratik Kongo, Kinshasa.

Pemilihan umum itu akan digelar pada 23 Desember 2018, dengan hasil diumumkan pada 9 Januari 2019 dan presiden dilantik pada 13 Januari 2019, kata pejabat lain Komisi Pemilihan Umum Mandiri (CENI), Jean Pierre Kalamba, di acara sama.

Pemilihan umum, yang semula dijadwalkan berlangsung pada akhir 2016, berulang kali tertunda. Penundaan tersebut memicu keresahan dan menimbulkan ketakutan terulang kembali kemelut yang pernah melanda negara tersebut, yang telah menewaskan jutaan orang, kebanyakan akibat kelaparan dan terjangkit penyakit.

Sebelumnya, Komisi Pemilu mengatakan pada bulan lalu bahwa pemilihan presiden tidak dapat berlangsung hingga April 2019, dan pihak oposisi telah memperingatkan bahwa penduduk akan "bertindak untuk menyelesaikan masalah dengan tangannya sendiri".

Pemimpin oposisi bereaksi dengan kemarahan atas penetapan tanggal baru tersebut. "Rezim pemangsa ingin memperpanjang ketidakstabilan dan kesengsaraan rakyat. Kami tidak menerima penetapan tanggal tersebut," kata pemimpin oposisi, yang diasingkan, Moise Katumbi di Twitter pribadinya.

Pegiat masyarakat madani, Lucha, di Twitternya juga mengutuk pengumuman penetapan tanggal tersebut. Puluhan orang tewas dalam unjuk rasa menentang penolakan Kabila untuk melangkah di akhir mandat konstitusinya Desember lalu.

Utusan Amerika Serikat Nikki Haley mengatakan dalam kunjungannya untuk bertemu dengan Kabila bulan lalu, bahwa pemungutan suara harus digelar pada 2018 atau negara itu akan kehilangan dukungan internasional.

Dengan tidak adanya kepastian terkait pemilihan, akan terjadi krisis politik. Hal ini memicu meningkatnya kekerasan yang dilancarkan oleh milisi dan pelanggaran hukum di wilayah timur dan tengah Kongo.

Bentrokan antara pasukan Kongo dan pendukung seorang kolonel pemberontak di kota Bukos, Kongo timur, menewaskan tujuh orang pada Minggu, sebelum akhirnya yang bersangkutan menyerah dan menyerahkan diri kepada pasukan penjaga perdamaian PBB.

Kabila memerintah Kongo sejak ayahnya tewas dibunuh pada 2001. Ia mengatakan penundaan penetapan tanggal pemilihan umum disebabkan oleh masalah dalam pendaftaran jutaan pemilih di seluruh negara itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement