Sabtu 11 Nov 2017 12:51 WIB

PM Kanada Gelar Pertemuan dengan Suu Kyi Bahas Rohingya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Yudha Manggala P Putra
Aung San Suu Kyi
Foto: EPA/Hein Htet
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menggelar pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi di sela-sela acara KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Danang, Vietnam, Jumat (10/11). Pertemuan tersebut untuk membahas krisis Rohingya.

Utusan Khusus Kanada untuk Myanmar Bob Rae mengonfirmasi pertemuan tersebut. Menurut Rae, Trudeau sangat mencemaskan krisis Rohingya yang hingga kini masih berlangsung, termasuk kekerasan di negara bagian Rakhine.

Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan kepada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, banyak yang harus dilakukan untuk menghentikan pembantaian Muslim Rohingya, ungkap Rae, dikutip laman Anadolu Agency, Sabtu (11/11).

Suu Kyi, kata Rae, merespons permintaan Trudeau dengan mengatakan bahwa dia telah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan krisis Rohingya. "Dari sudut pandangnya (Suu Kyi), dia melakukan apa yang dia bisa dalam keadaan yang sulit. Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa kita merasa lebih banyak hal perlu dilakukan dan bisa dilakukan," ujar Rae menerangkan.

Ia mengungkapkan bahwa Kanada akan mengajukan isu Rohingya ke Majelis Umum PBB untuk dibahas. Ini bukan penilaian yang unik dari Kanada, kami tidak sendiri dalammengajukan pertanyaan ini, katanya.

Lembaga hak asasi manusia internasional Human Rights Watch (HRW) mendesak para pemimpin dunia untuk segera menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya. HRW menilai Myanmar layak dibawa ke hadapan Pengadilan Pidana Internasional atas perbuatannya terhadap etnis minoritas di negaranya tersebut.

Direktur HRWdi Asia Brad Adams menyinggung pertemuan KTT ASEAN yang akan digelar di Manila, Filipina pada 13-14 November mendatang. Menurutnya, momen KTT tersebut harus dimanfaatkan oleh para pemimpin negara Asia dan dunia untuk mendiskusikan penyelesaian krisis Rohingya. Sebab krisis ini merupakan bencana hak asasi manusia terburuk di Asia selama bertahun-tahun.

Dalam KTT ASEAN pula, para pemimpin Asia dan dunia yang hadir harus membahas perihal sanksi terhadap Myanmar. "Para pemimpin dunia seharusnya tidak pulang dariKTT ini tanpa menyetujui sanksi yang ditargetkan untuk menekan Myanmar untuk mengakhiri pelanggaran serta mengizinkan masuknya pengamat independen dankelompok bantuan," ucap Adams.

Awal pekan ini Dewan Keamanan PBB telah meminta Myanmar agar tak lagi mengerahkan kekuatanmiliternya ke negara bagian Rakhine. Hal itu dilakukan guna menyetop gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh dan memulihkan situasi di daerah tersebut.

"Dewan Keamanan meminta Pemerintah Myanmar untuk memastikan tidak ada lagi penggunaan kekuatan militer berlebihan di Rakhine guna memulihkan pemerintahan sipil dan menerapkan peraturan hukum dan untuk segera melakukan tindakan serta komitmen mereka untuk menghormati hak asasi manusia," kata Dewan Keamanan PBB dalam pernyataannya yang dirilis Senin (6/11).

Dewan Keamanan PBB menyatakan bahwa hal ini merupakan tanggung jawab penuh Pemerintah Myanmar. "Dewan Keamanan menekankan tanggung jawab utama Pemerintah Myanmar untuk melindungi penduduknya, termasuk melalui penghormatan terhadap peraturan undang-undang, promosi, dan perlindungan hak asasi manusia,"ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement