Selasa 14 Nov 2017 00:41 WIB

Rancangan KTT ASEAN Abaikan Krisis Rohingya

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi saat menghadiri pembukaan KTT ASEAN ke-31 di Manila, Filipina, Senin (13/11).
Foto: Athit Perawongmetha/Pool Photo via AP
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi saat menghadiri pembukaan KTT ASEAN ke-31 di Manila, Filipina, Senin (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sebuah rancangan pernyataan yang dikeluarkan pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN tidak menyinggung eksodus warga Muslim Rohingya dari negara bagian Rakhine, Myanmar menyusul kekerasan oleh militer yang digambarkan oleh PBB sebagai pembersihan etnis.

Dalam satu paragraf komunike, Senin (13/11), hanya menyebutkan pentingnya bantuan kemanusiaan bagi korban bencana alam di Vietnam dan korban pertempuran kelompok militan di Filipina, serta komunitas yang terdampak di negara bagian Rakhine.

Pernyataan tersebut disusun oleh Filipina, ketua ASEAN yang mempunyai anggota 10 negara, termasuk Myanmar, tempat pemimpin kedua negara bertemu pada sesi pendahuluan di Manila, Senin. Rancangan pernyataan tersebut juga sama sekali tidak menyebutkan secara rinci situasi di negara bagian Rakhine atau menggunakan kata Rohingya bagi kelompok minoritas Muslim yang tertindas.

Dalam berbagai kesempatan dengan para pemimpin asing, Aung San Suu Kyi selalu meminta mereka tidak menggunakan istilah Rohingya. Pemerintah Myanmar yang sebagian besar adalah penganut Buddha, menganggap Rohingya sebaga imigran gelap dari Bangladesh sehingga tidak mengakui keberadaan mereka meski sudah turun temurun hidup di Myanmar.

Lebih dari 600.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk mencari perlindungan setelah pihak militer Myanmar melancarkan operasi sebagai balasan atas serangan kelompok militan Rohingya terhadap pos keamanan pada 25 Agustus lalu.

Gelombang pengungsi Rohingya telah menimbulkan reaksi dari seluruh dunia dan bahkan ada tuntutan agar hadiah Nobel Suu Kyi sebagai pahlawan demokrasi pada 1991 dicabut karena ia justru bersikap diam terhadap kekerasan yang dilakukan oleh pihak militer Myanmar.

Pada September lalu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, situasi di Rakhine lebih tepat disebut sebagai pembersihan etnis. Sebagian anggota ASEAN, terutama yang berpenduduk mayoritas Islam, terutama Malaysia, sudah menyampaikan pernyataan keras.

Namun akibat prinsip ASEAN yang tidak saling campur tangan urusan dalam negeri masing-masing negara, masalah Rohingya pun terpinggirkan di KTT ASEAN tersebut.

Suu Kyi, yang tidak menyinggung krisis Rohingya pada pada pidato menjelang KTT setelah mendarat di Manila, Ahad, mengkritisi prinsip tidak saling campur tangan ASEAN pada 1999 ketika ia memperjuangkan demokrasi di negaranya yang saat itu dikuasai junta militer.

"Kebijakan tidak mencampuri hanyalah sebuah alasan untuk tidak menolong," demikian ia menulis di sebuah kolom opini di surat kabar The Nation ketika itu.

"Pada hari ini ada masa sekarang, Anda tidak bisa menghindari campur tangan dalam sebuah peristiwa di negara lain," katanya.

ASEAN Masih Alami Tantangan Kejahatan Lintas Negara

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement