Rabu 15 Nov 2017 15:53 WIB

Di Era Suu Kyi, Aktivis Myanmar Masih Ditangkapi

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Teguh Firmansyah
Aung San Suu Kyi.
Foto: AP
Aung San Suu Kyi.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Lembaga monitor hak asasi manusia mendesak Pemerintah Myanmar mencabut larangan demonstrasi di kota terbesar Myanmar, Yangon, pada Rabu (15/11) waktu setempat.

Saat ini ada kekhawatiran kebebasan berpendapat mendapat tekanan di bawah pemerintahan yang dipimpin oleh peraih nobel perdamaian AungSan Suu Kyi.

Penangkapan wartawan dan aktivis baru-baru ini menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran atas dikekangnya kebebasan berpendapat di Myanmar.

Sejak pemerintahan Suu Kyi berkuasa tahun lalu, 93 orang termasuk wartawan dan aktivis telah dikenai hukuman atau ditangkap.

Penangkapan mereka didasarkan pada undang-undang kontroversial. Beberapa pihak khawatir peraturan tersebut digunakan untuk mengekang kritik terhadap pihak berwenang.

"Tidak ada alasan yang sah untk memberlakukan larangan pada semua demonstrasi di wilayah utama kota terbesar di Burma," kata direktur Asia Human Rights Watch , merujukpada nama lama Myanmar.

Perintah ini dikeluarkan oleh seorang perwira militer dan harus dilihat oleh pemrintah sipil sebagai tantangan untuk menegakkan komitmen terhadap hak-hak dasar warga Myanmar.

Pemerintah perlu membalikkan larangan itu dan menegakkan supremasi hukum dan menolak untuk menyerah pada tindakan sewenang-wenang militer.

Perintah tersebut dikeluarkan oleh Menteri Keamanan dan Perbatasan wilayah Yangon Kolonel AungSoe Moe. Ia menginstruksikan pihak berwenang di 11 kota untuk melarang semua bentuk pertemuan. Tidak dijelaskan sampai berapa lama pembatasan itu berlangsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement