Rabu 22 Nov 2017 08:19 WIB

Thaksin Diadili Secara In Absentia dalam Dua Kasus Suap

Thaksin Shinawatra
Foto: ap
Thaksin Shinawatra

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand sedang berusaha mengadili mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang digulingkan karena suap di bawah undang-undang yang memungkinkan politikus diadili secara in absentia, demikian pejabat Thailand pada Selasa (21/11).

Hal tersebut terjadi beberapa bulan setelah saudari Thaksin dijatuhi hukuman penjara di saat dia tidak hadir di persidangan.

Thailand terbagi secara luas antara pendukung Thaksin dan saudara perempuannya mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang pemerintahnya digulingkan dalam kudeta 2014, dan para elite di ibu kota Bangkok.

Yingluck mengatakan penuntutan yang direncanakan terhadap Thaksin bermotif politik. Mantan konglomerat telekomunikasi tersebut digulingkan dalam kudeta 2006, dan sejak itu tinggal di pengasingan untuk menghindari hukuman korupsi pada 2008.

Kasus terpisah terhadap Thaksin, termasuk kasus korupsi 2008 dan 2012, harus ditangguhkan sampai dia kembali ke Thailand untuk diadili. Namun, amandemen undang-undang pada September memungkinkan politikus untuk diadili saat mereka tidak hadir.

Kasus pada 2008 dan 2012 melibatkan dugaan benturan kepentingan Thaksin terhadap konsesi telekomunikasi dan diduga terdapat penyalahgunaan kekuasaan.

"Jaksa penuntut umum mengajukan permintaan ke pengadilan tertinggi hari ini untuk melanjutkan kedua kasus tersebut tanpa kehadiran terdakwa, sesuai dengan undang-undang yang baru," demikian Wanchart Santikunchorn, juru bicara kantor jaksa agung kepada wartawan.

Thaksin tidak segera memberikan komentar.

Thaksin kembali membentuk politik Thailand setelah membangun kerajaan bisnis, memenangkan dukungan yang gigih dengan kebijakan populis yang mengangkat standar hidup, terutama di kalangan orang miskin pedesaan, dan mendorongnya atau loyalisnya meraih kemenangan dalam setiap pemilihan sejak 2001.

Yingluck melarikan diri dari negara itu pada Agustus, menjelang putusan dalam pengadilan kealpaannya, namun akhirnya dinyatakan bersalah dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara secara in absentia pada September.

Mantan menteri perdagangan Watana Muangsook mengatakan junta merusak negara dengan kasus pengadilan bermotif politik. "Undang-undang yang mengizinkan proses pengadilan secara in absentia terhadap terdakwa ditujukan menghancurkan oposisi politik rezim tersebut," ujar Watana dalam sebuah pernyataan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement