Sabtu 23 Dec 2017 06:57 WIB

Pro-Kemerdekaan Menang, Krisis Katalan Berlanjut

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Warga mengibarkan bendera Katalan pada unjuk rasa di Barcelona
Foto: Ivan Alvarado/Reuters
Warga mengibarkan bendera Katalan pada unjuk rasa di Barcelona

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA-- Kelompok pro-kemerdekaan Katalunya tampaknya akan memperoleh kembali kekuasaan di wilayah Spanyol setelah memenangkan pemilihan pada Kamis.

Kemenangan ini semakin memperparah krisis politik Spanyol dan memperpanjang ketegangan politik yang telah merusak ekonomi Spanyol dan mendorong eksodus bisnis dari wilayah tersebut.

Partai separatis Katalan memenangkan suara mayoritas dengan selisih begitu tipis di parlemen Katalan. Partai separatis memenangkan 70 kursi dari 135. Partai pemimpin oposisi Puigdemont's, Junts Per Catalunya  mempertahankan posisinya sebagai kekuatan terbesar.

Partai Unionist Ciudadanos (Citizens) mendapatkan suara terbanyak, namun kekuatan serikat pekerja lainnya - Partai Rakyat Rajoy dan Partai Sosialis - menampilkan hasil yang tidak diharapkan

Jumlah pemilih mencapai rekor tertinggi dengan lebih dari 83 persen suara warga Katalan memenuhi syarat. "Ini adalah kemenangan yang pahit. Itu berarti empat tahun lagi penderitaan," kata seorang siswa berusia 27 tahun di sebuah demonstrasi Ciudadanos, Paloma Morales.

Pemilihan di Katalan diadakan setelah Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy memecat pemimpin Katalan Carles Puigdemont. Pemecatan tersebut terkait dengan deklarasi kemerdekaan sepihak oleh Puigdemont setelah mengadakan referendum.

Rajoy berharap warga Katalan yang tidak memilih saat referendum dapat memberikan dukungannya pada Madrid dalam pemilu ini. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Hasil yang tak terduga ini menetapkan kembali Carles Puigdemont sebagai pemimpin Katalan.

"Entah Rajoy mengubah caranya atau mengubah negara," kata Puigdemont, dalam sebuah pidato di televisi. Dia didampingi oleh empat mantan anggota kabinet yang ikut melarikan diri bersamanya ke Brussels.

Saat ini Rajoy belum menyampaikan komentarnya terkait hasil pemilihan. Kemenangan separatis Puigdemont ini juga menimbulkan masalah baru bagi Uni Eropa, yang telah membela usaha peradilan Spanyol terhadap para pemimpin separatis karena telah melanggar konstitusi Spanyol.

Uni Eropa, Jerman dan Prancis, telah mendukung sikap Rajoy meskipun terdapat beberapa kritik terkait hal tersebut.

Hasil pemilu Katalan ini juga mengejutkan pasar global. Lebih dari 3.100 perusahaan telah memindahkan kantor pusat hukum mereka di luar Katalonia.

Spanyol telah memangkas proyeksi pertumbuhannya untuk tahun depan, dan data resmi menunjukkan investasi asing langsung di Katalunya turun 75 persen pada kuartal ketiga dari tahun sebelumnya yang berdampak pada investasi nasional.

Wakil direktur penelitian di firma riset Teneo Intelligence yang berbasis di London,Antonio Barroso,mengatakan saat ini nasib politik Spanyol berada dibawah tangan Rajoy. "Apa yang ditunjukkannya adalah bahwa masalah bagi Madrid tetap ada dan gerakan separatis tidak akan hilang," katanya.

Pada 1 Oktober lalu Katalunya melakukan referendum kemerdekaan. Spanyol menyatakan tindakan Katalan inkonstitusional. Referendum diwarnai dengan tindakan kekerasan. Pihak kepolisian menggunakan gas air mata dan pentungan untuk mencegah beberapa warga Katalan memberikan suara mereka.

Ketika parlemen Katalan mengumumkan kemerdekaan setelah referendum tersebut, Rajoy meminta kekuasaan konstitusional untuk memberlakukan peraturan langsung dari Madrid di wilayah tersebut.

Dia mengatakan akan membatalkan peraturan langsung terlepas dari hasil pemilihan. Namun ia mengatakan dapat memaksakan peraturan langsung lagi jika pemerintah baru kembali melakukan pemisahan diri.

Mantan Wakil Puigdemont, Oriol Junqueras, dan beberapa politisi Katalan telah dipenjara, bersama dengan pemimpin dua gerakan separatis utama karena referendum tersebut. Pada demonstrasi pro-kemerdekaan di sekitar Barcelona, para pendukung meneriakkan slogan "Presiden Puigdemont" dan membentangkan bendera Katalan merah-kuning raksasa saat hasil referendum keluar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement