Selasa 26 Dec 2017 07:29 WIB
Evaluasi 2017

Donald Trump Buat Gaduh Dunia

Donald Trump
Foto: AP
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  Kehebohan awal 2017 dimulai dengan pelantikan Presiden AS Donald Trump. Trump terpilih menjadi presiden AS ke-45 setelah sebelumnya mengalahkan kandidat Partai Demokrat Hillary Clinton.

Pelantikan Trump penuh dengan kontroversi. Media AS banyak membandingkan bagaimana pengambilan sumpah era Presiden Barack Obama dan Donald Trump.  Terlihat bagaimana jumlah warga yang ikut pengambilan sumpah di era Trump jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Obama.

Begitupula dari sisi romantisme antara Obama dengan Michele dan Trump dengan Melani. Trump menggandeng tangan Michel, sebaliknya Trump tidak melakukan itu.  

Terpilihnya Trump  sebagai Presiden AS sejak awal memang penuh dengan kontroversi. Tim dari Partai Demokrat pendukung Hillary menuding terpilihnya Trump tak terlepas dari campur tangan Rusia. Trump menyebut tuduhan itu fake news dan tak berdasar. 

Tapi bagaimanapun Trump akhirnya tetap dilantik dan mengubah banyak kebijakan Obama. Belum genap satu tahun setelah dilantik, Trump telah membuat banyak kegaduhan di Timur Tengah, Eropa dan Asia.

Dari sisi kebijakan luar negeri, Trump memberlakukan larangan imigran bagi sejumlah negara Muslim, menarik diri dari kesepakatan perdagangan Trans Pasifik, menjadikan isu Climate Change bukan bagian dari stragegi keamanan nasional, ingin keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran dan terakhir yang tak kalah penting menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. 

Keputusan Trump telah merenggangkan AS dengan banyak sekutunya tak hanya di Timur Tengah, tapi juga Eropa.  Trump dinilai hanya sebagai 'boneka' Israel karena telah memberikan kado Yerusalem kepada Zionis. Padahal presiden-presiden terdahulu tak pernah melakukan hal itu dan memilih untuk mencari jalan tengah yakni solusi dua negara.

Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam, Majelis Umum PBB menyatakan apa yang dilakukan oleh Trump adalah salah.  Negara-negara Islam pun sepakat menegaskan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina dan AS di bawah Trump tak memiliki tempat lagi sebagai negosiator perdamaian di Palestina.

Adapun Iran mengingatkan AS tak bisa semena-mena menarik diri perjanjian nuklir. Karena kesepakatan nuklir ditetapkan oleh enam negara berpengaruh. Kalau AS menarik diri  dari kesepakatan nuklir maka Iran akan kembali mengembangkan senjata atom.  Salah satu senjata yang digunakan AS untuk memberikan sanksi ke Iran adalah mengaitkan dengan pemberontak Houthi di Yaman. AS menganggap Iran menyalurkan senjata ke Houthi untuk menyerang Riyadh.  

AS di bawah Trump juga kembali menjatuhkan Korea Utara. Trump berulangkali terlibat perang kata-kata dengan pemimpin Korut Kim Jong-un. Trump juga menghina Kim dengan menyebutnya 'pendek dan gemuk'. Korut membalas dengan mengancam akan menyerang AS dengan senjata nuklir. Media Korut juga menganggap Trump layak dihukum mati. Kim menyebut Trump gila.

Sikap AS memang bukan tanpa alasan. Lantaran Korut berulangkali melakukan uji coba rudal dan nuklir. Namun tak sedikit yang menganggap Trump justru lebih berbahaya daripada Kim. Dengan sikapnya yang kontroversial, 'Trump', bisa saja sewaktu-waktu menyerang Korut dan membuat Semenanjung Korea menjadi memanas.   

"Banyak dari mereka yang mengaku khawatir. Pertanyaan utama mereka adalah 'akankah perang pecah di Korea? Dan kalau iya, kapan itu akan terjadi?'" ujar, salah seorang warga Woo Seung-yep kepada The Telegraph.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement