Rabu 14 Feb 2018 09:47 WIB

PBB: Pengungsi Rohingya Belum Diizinkan Kembali ke Myanmar

Kondisi Myanmar dinilai belum kondusif untuk Rohingya.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Foto: BPMI
Pengungsi Rohingya di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala badan pengungsi PBB, UNHCR, Filippo Grandi mengatakan pengungsi Rohingya saat ini masih belum diizinkan untuk kembali ke Myanmar. Kepada Dewan Keamanan PBB, Grandi menjelaskan kondisi di Myanmar belum kondusif untuk 668 ribu pengungsi Rohingya yang saat ini berada di Bangladesh.

"Penyebab mereka melarikan diri belum berhasil ditangani, dan kami belum melihat kemajuan substantif dalam masalah penolakan hak yang telah mereka terima selama beberapa dekade terakhir, yang berakar dari kewarganegaraan yang tidak mereka miliki," kata Grandi, dikutip Aljazirah.

Grandi juga mengatakan UNHCR tidak memiliki akses ke Negara Bagian Rakhine, tempat ratusan desa Rohingya telah dibakar oleh militer Myanmar. "Akses kemanusiaan, seperti yang Anda dengar, masih sangat terbatas. UNHCR tidak memiliki akses ke wilayah-wilayah yang terkena dampak di bagian utara Negara Bagian Rakhine, di Kota Maungdaw, sejak Agustus 2017, dan akses kami di pusat Rakhine juga telah dibatasi," ujarnya.

"Kehadiran dan akses UNHCR di seluruh negara sangat penting untuk memantau kondisi perlindungan, memberikan informasi independen kepada para pengungsi, dan menemani mereka kembali ke rumah," kata Grandi.

Grandi mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan rakyat Bangladesh untuk menampung pengungsi Rohingya. Namun ia memperingatkan, Bangladesh harus memperbaiki kondisi tempat tinggal ratusan ribu pengungsi, terutama saat masuk musim hujan.

"Kami sekarang berada dalam perlombaan melawan waktu. Kami memperkirakan lebih dari 100 ribu pengungsi tinggal di daerah yang rawan banjir atau tanah longsor. Puluhan ribu pengungsi yang sangat rentan harus segera dipindahkan. Hidup mereka berisiko besar," ujar Grandi.

Setelah Grandi menyampaikan paparannya dihadapan Dewan Keamanan PBB, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan PBB sejauh ini telah gagal dalam menanggapi krisis di Myanmar. Haley juga mengkritik pemimpin de facto Myanmar yang juga peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi karena dianggap gagal menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya.

"Dewan harus menahan militer Myanmar untuk melakukan tindakan kekerasan dan menekan Aung San Suu Kyi untuk mengakui tindakan mengerikan yang telah terjadi di negaranya. Tidak ada lagi alasan," kata Haley.

Haley dan beberapa duta besar PBB lainnya juga membahas penangkapan dua wartawan kantor berita internasional Reuters oleh pihak berwenang Myanmar. Para jurnalis itu ditangkap saat menyelidiki tentang kuburan massal di Rakhine.

"Duta Besar Haley melanjutkan dengan mengatakan tujuan pemerintah Myanmar adalah untuk menyalahkan media atas apa yang terjadi," ujar James Bays dari Aljazirah, yang melaporkan dari New York.

"Sementara duta besar Myanmar mengatakan negaranya menghormati kebebasan pers. Namun para wartawan itu ditangkap karena mereka melanggar undang-undang kerahasiaan negara," kata Bays.

baca juga: AS Curigai Rusia akan Intervensi di Pemilu Paruh Waktu 2018

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement