Selasa 22 Dec 2015 07:08 WIB

Al Shabaab Teror Bus, Muslim Tolak Pisahkan Diri dari Penumpang Kristen

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Gerilyawan Ash-Shabaab, yang menguasai Somalia.
Foto: Reuters
Gerilyawan Ash-Shabaab, yang menguasai Somalia.

REPUBLIKA.CO.ID, MOMBASA -- Kelompok militan Somalia memasuki bus Kenya dan menembakkanpeluru, Senin (21/12). Dua orang tewas dalam insiden tersebut.

Serangan itu terjadi di Mandera, timur laut Kenya.

Abdi Mohamud Abdi, seorang Muslim yang juga merupakan salah satu penumpang mengatakan, lebih dari 10 gerilyawan Al Shabaab menaiki bus. Mereka memerintahkan Muslim memisahkan diri dari orang-orang Kristen, tapi para penumpang Muslim menolak.

"Kami bahkan memberikan beberapa non-Muslim pakaian yang umumnya kami pakai untuk dipakai di bus sehingga mereka tidak akan diidentifikasi dengan mudah. Kami terjebak bersama-sama," ujar dia.

Abdi mengatakan, para militan mengancam akan menembak semua penumpang namun, para Muslim masih menolak dan tetap melindungi yang lainnya. "Akhirnya mereka menyerah dan pergi tetapi memperingatkan mereka akan kembali," katanya.

Dalam serangan sebelumnya, Al Shabaab telah sering membunuh Muslim dan non-Muslim.

Wakil Komisaris Daerah Julius Otieno mengonfirmasi insiden Senin itu. Ia mengatakan, militan berusaha mengidentifikasi Muslim dan yang bukan. Namun, Muslim menolak memisahkan diri.

"Para militan kemudian melarikan diri," katanya.

Juru bicara militer Al Shabaab, Abdiasis Abu Musab mengatakan kelompoknya melepaskan tembakan di bus. "Beberapa musuh Kristen tewas dan lainnya luka-luka," katanya dalam sebuah pernyataan.

Setahun yang lalu, kelompok bersenjata Al Shabaab menyerbu sebuah bus Nairobi di daerah yang sama dan menewaskan 28 penumpang non-Muslim.

Al Shabaab mengatakan akan melanjutkan serangan terhadap Kenya sampai pemerintah  menarik pasukannya dari pasukan Uni Afrika. Mereka juga mengatakan, timur laut Kenya harus menjadi bagian dari Somalia.

Perbatasan timur laut Kenya dengan Somalia secara luas dianggap sebagai titik lemah keamanan. Faktor koordinasi yang buruk antara layanan keamanan dan budaya korupsi yang memungkinkan setiap orang membayar suap.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement