Kamis 15 Dec 2016 09:21 WIB

Filipina Batalkan Kunjungan Utusan PBB Soal Pembunuhan tanpa Pengadilan

Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay.
Foto: AP Photo/Aaron Favila
Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay.

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Filipina membatalkan kunjungan oleh utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa menyangkut pembunuhan tanpa peradilan di Filipina guna menyelidiki peningkatan jumlah orang yang tewas dalam pemberantasan narkoba di negara itu.

Pelapor khusus tersebut sebelumnya direncanakan akan datang tahun depan.  Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay mengatakan PBB tidak boleh meneruskan investigasi karena utusan khususnya, Agnes Callamard, menolak syarat-syarat yang ditentukan pemerintah Presiden Rodrigo Duterte.

"Mereka tidak bisa datang. Kalau mereka tidak mau mengikuti syarat-syarat yang diajukan presiden kami terkait kunjungan mereka ke Filipina untuk membenarkan klaim-klaim mereka, kunjungan tidak akan terwujud. Mereka tidak bisa datang ke sini," kata Yasay kepada para wartawan di ibu kota negara Kamboja, Phnom Penh.

 

Yasay mengatakan tidak ada petunjuk soal apakah Callamard akan mematuhi petunjuk Duterte. Ia tidak menyebutkan petunjuk-petunjuk yang dimaksud. Namun, Duterte pernah mengatakan ia ingin menantang pelapor PBB itu untuk melakukan debat di depan publik.

Sejak Duterte mulai menjabat sebagai presiden Filipina pada 1 Juli, kepolisian mengatakan sudah lebih dari 2.000 orang meninggal dalam operasi-operasi antinarkotika yang dilancarkan kepolisian. Sementara itu, 3.000 kasus pembunuhan oleh orang-orang bertopeng yang mengendarai motor, masih berada dalam penyelidikan.

Bulan lalu, Callamard mengirim surat kepada pemerintah dan mengatakan menyambut baik undangan pemerintah Filipina untuk memeriksa kasus-kasus pembunuhan tanpa peradilan dalam perang melawan narkoba.  Callamard sebelumnya berniat berkunjung ke negara itu pada kuartal pertama tahun depan.

Yasay mengatakan pemerintahnya harus diberi kesempatan untuk mempertanyakan para pelapor PBB karena Filipina sudah difitnah melakukan pembunuhan secara sewenang-wenang. Dalam surat undangannya pada Oktober kepada pelapor PBB, Pemerintah Filipina mengatakan berhak mengetahui motif penyelidikan tersebut dan kenapa investigasi dilakukan terhadap Filipina ketika ada negara-negara lain yang harus bertanggung jawab atas tewasnya orang-orang tak bersalah dan tak berdaya di tempat-tempat lain di dunia.

Duterte telah menggertak Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Uni Eropa serta mantan sekretaris jenderal PBB Ban Ki-moon karena mereka dianggap mengkritik langkah-langkah yang dilakukan pemerintahannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement