Ahad 12 Mar 2017 01:15 WIB

Erdogan Tuding Belanda Menyisakan Praktik Nazi

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Angga Indrawan
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: EPA
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menuding Belanda merupakan negara sisa-sisa dari Nazi dan fasis setelah Jerman. Hal tersebut ia lontarkan setelah izin mendarat dari pesawat Menteri Luar Negeri Turki di Kota Rotterdam ditolak Otoritas Belanda.

Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu diagendakan berkunjung ke Belanda untuk menggalang dukungan terkait referendum yang akan digelar Presiden Erdogan pada bulan depan.

"Anda dapat menghentikan pesawat menteri luar negeri kami seperti yang Anda inginkan. Mari kita lihat bagaimana pesawat Anda ketika datang ke Turki sekarang," kata Erdogan  di Istanbul dikutip dari BBC News. Ahad (12/3).

Dengan tegas, Erdogan mengaku akan memberikan sanksi kepada Belanda setelah penolakan kunjungan tersebut. Pemerintah Turki akan memblokir penerbangan dari dan ke Belanda.

Menanggapi tudingan Erdogan, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan pernyataan erdogan sudah di luar batas. “Itu tentu saja ucapan yang gila,” kata Rutte kepada para wartawan Sabtu (11/3) waktu setempat. 

Rutte mengaku memahami kemarahan Erdogan. Namun, tudingan terkait Nazi menurutnya sangat keterlaluan. “Saya memahami mereka marah, tetapi ucapan tersebut sangat keterlaluan," ujarnya. 

Sebelumnya, pada Senin pekan lalu, Erdogan juga mengecam tindakan Jerman atas pemblokiran beberapa kegiatan dalam rangka referendum di Turki. Erdogan menyebut pemblokiran tersebut menyerupai praktik Nazi. "Praktik anda tidak berbeda adanya dari praktik Nazi di masa lalu. Kami pikir Jerman sudah lama meninggalkan praktik itu, ternyata kami salah" ujar Erdogan

Banyak negara Uni Eropa menentang kunjungan para menteri Turki untuk berkampanye menjelang referendum mengubah UUD Turki. Pemerintah Turki ingin menggalang dukungan dari jutaan warga Turki yang tinggal di Eropa agar memberi kekuasaan yang lebih besar kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan memungkinkannya dapat terus berkuasa sampai tahun 2029.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement