Selasa 14 Mar 2017 06:52 WIB

Studi: Teror Mengatasnamakan Muslim Ditulis 4,5 Kali Lebih Banyak

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Esthi Maharani
Terorisme
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, CHARLOTTE -- Menurut studi terbaru, media memberikan cakupan lebih untuk serangan dari teroris yang mengatasnamakan Muslim dibanding teror yang pelakunya orang lain. Terutama, jika pelaku kelahiran luar negeri.

Dilansir dari Independent, Selasa (14/3), penelitian menemukan jika Muslim melakukan serangan teror jauh lebih sedikit daripada non-Muslim. Tapi, ketika serangan oleh Muslim terjadi, mereka ditulis sekitar 4,5 kali lebih banyak dari serangan lainnya.

Peneliti dari Georgia State University, pertama kali melihat semua serangan di AS antara tahun 2011 dan 2015, seperti yang tercantum di Global Terrorism Database (GTD). GTD sendiri memiliki definisi teror yang digunakan hampir sebagian besar negara di dunia.

"Sejak 11 September 2001, serangan, ketika sebagian besar orang di AS mendengar kata terorisme, mereka akan berpikir Muslim, sedangkan terorisme datang dalam berbagai bentuk" tulis para peneliti di Wasington Post.

GTD melihat serangan teror lain jadi kurang populer, seperti teror kulit putih Frazier Glenn Miller, mantan gangster Klan Ku Klux di Sinagog Overland Park Kansan dan serangan Robert Dear di Colorado. Ada pula serangan Wade Michael Page di Kuil Sikh di Winconsin.

Total, tim akademisi yang terdiri dari Erin Kearns, Allison Betus dan Anthony Lemieux, mendokumentasikan 89 serangan yang dilakukan pelaku berbeda di AS selama lima tahun. Sedangkan, sejak 2011-2015, serangan atas nama Muslim cuma 12,4 persen dari angka itu.

Peneliti lalu mencari liputan media cetak di AS yang bersumber dari data LexisNexis Academic, karena banyak yang mendapat berita daring (online), turut melihat cakupan dari CNN.com. Setiap artikel fokus pada tindakan teroris, pelaku dan korbannya.

Itu harus muncul di sumber media yang berbasis di AS antara tanggal serangan dan pada akhir 2016. Ternyata, mereka menemukan 2.413 artikel berita yang memenuhi kriteria mereka dan dari 89 serangan, 24 tidak mendapat liputan media dari sumber yang diperiksa.

Sedangkan, proporsi kecil dari serangan atas nama Muslim cuma 12 persen, tapi menerima 44 persen dari liputan media. Bahkan, cuma ada lima persen dari itu yang benar-benar serangan teroris, dan empat serangan mendapat 32 persen dari semua liputan media.

Dalam bilangan real, serangan rata-rata pelaku atas nama Muslim menghasilkan 90,8 artikel, serta serangan atas nama Muslim dengan pelaku kelahiran asing dibahas di dalam 192,8 artikel. Selain itu, serangan lain cuma menerima rata-rata 18,1 artikel.

Peneliti mencatat, banyaknya liputan media dipengaruhi sejumlah faktor seperti pelaku yang ditangkap, dan ada cakupan lebih biaya dan lainnya. Cakupan lebih ada di serangan ke fasilitas pemerintah, dan lebih banyak korban berari pula banyak liputan media.

Tapi, walau ada kontrol itu, serangan pelaku atas nama Muslim dapat rata-rata cakupan sekitar 4,5 kali lebih banyak. "Dengan kata lain, disengaja atau tidak, media AS tidak proporsional menekankan jumlah lebih kecil serangan teroris oleh Muslim, membuat orang Amerika memiliki rasa berlebih atas ancaman itu," kata para peneliti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement