Selasa 16 May 2017 18:50 WIB

Kejahatan Seksual Marak Dijadikan Taktik Terorisme

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Foto lama memperlihatkan sejumlah anak perempuan Chibok yang diculik dari sekolahnya tiga tahun lalu oleh kelompok radikal Nigeria.
Foto: AP
Foto lama memperlihatkan sejumlah anak perempuan Chibok yang diculik dari sekolahnya tiga tahun lalu oleh kelompok radikal Nigeria.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Aksi kejahatan seksual semakin banyak digunakan sebagai taktik terorisme di sejumlah negara seperti Irak, Suriah, dan Yaman di Timur Tengah sampai Somalia, Nigeria, dan Mali di Afrika. Wakil Sekretaris Jendral PBB Amina Mohammed mengatakan, ada banyak kasus kejahatan seksual yang telah diungkapkan oleh korban penculikan kelompok teroris.

Kengerian diceritakan oleh perempuan-perempuan etnis Yazidi yang ditawan oleh ISIS di Irak dan gadis-gadis Chibok yang berhasil bebas dari cengkraman Boko Haram di Nigeria. Selain itu, kesaksian juga banyak diberikan oleh sejumlah perempuan Somalia yang dibebaskan dari kelompok ekstremis Al-Shabab dan perempuan yang diculik Alqaidah di Mali utara.

"Kelompok-kelompok ekstremis ini secara hina menjanjikan istri dan budak seks kepada para pemuda yang akan direkrut. Mereka meningkatkan keuntungan melalui perdagangan perempuan dan anak," kata Mohammed, kepada Dewan Keamanan PBB, Senin (15/5).

Menurut Mohammed, ketidaksetaraan dan diskriminasi terhadap perempuan merupakan akar dari kekerasan seksual yang berkaitan dengan konflik. Hal itu harus segera ditangani sebelum terjadi perubahan yang nyata.

"Semua kata-kata, hukum, dan resolusi kami sama sekali tidak berarti jika pelanggar tidak dihukum atas praktiknya," ungkap dia.

Perwakilan Khusus PBB terkait kekerasan seksual dalam konflik, Adama Dieng, mengatakan kekerasan seksual juga telah dijadikan alat untuk menghilangkan rasa malu, serta dijadikan senjata untuk menghukum dan menganiaya. Kejahatan ini telah menjadi momok, terlebih perempuan juga telah banyak dijadikan perisai manusia dan pengebom bunuh diri.

"Perempuan juga dijadikan mata uang yang diberikan sebagai kompensasi kepada militan. Seolah-olah wanita adalah sumber daya yang dapat dibuang-buang dalam mesin terorisme," kata Dieng, dikutip Arab News.

Dieng mengatakan, korban kekerasan seksual dalam konflik setelah dibebaskan, dapat memiliki trauma yang sangat buruk. Dia mengutip sebuah contoh, yaitu seorang gadis Irak yang begitu takut dibunuh oleh keluarganya setelah bebas dari ISIS sehingga dia mencoba bunuh diri dengan memakan racun tikus.

Dieng menambahkan, korban kekerasan seksual harus diakui sebagai korban konflik dan terorisme yang berhak mendapatkan bantuan, reparasi, dan persamaan di depan hukum. "Kekerasan seksual adalah kejahatan yang bisa mengubah korban menjadi orang buangan sosial," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement