Kamis 20 Jul 2017 12:55 WIB

Protes Penangkapan Aktivis, Jerman Panggil Dubes Turki

Polisi Turki.  (AP/Lefteris Pitarakis)
Polisi Turki. (AP/Lefteris Pitarakis)

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman telah memanggil duta besar Turki untuk memprotes penangkapan Ankara terhadap enam aktivis hak asasi manusia termasuk seorang warga negara Jerman, kata seorang juru bicara kementerian luar negeri pada Selasa (18/7).

Juru bicara Martin Schaefer menambahkan dalam sebuah konferensi pers rutin pemerintah bahwa Menteri Luar Negeri Sigmar Gabriel telah mempersingkat liburan musim panasnya dan kembali ke Berlin untuk konsultasi pemerintah. Schaefer mengatakan "tidak masuk akal" Turki telah memperpanjang penahanan salah satu pegiat yang ditahan karena dicurigai terlibat organisasi teroris.

Sebelumnya, Pengadilan Turki telah memperpanjang penahanan direktur lokal Amnesty International dan lima pegiat hak asasi manusia lainnya.

Idil Eser, direktur Amnesty setempat, adalah satu dari 10 pegiat termasuk seorang warga Jerman dan Swedia yang ditahan pada 5 Juli saat menghadiri sebuah lokakarya keamanan digital dan manajemen informasi di sebuah hotel dekat Istanbul.

Jaksa penuntut umum Turki telah meminta pengadilan memperpanjang penahanan mereka semua selama menunggu sidang dugaan keanggotaan sebuah organisasi teroris. Pengadilan memerintahkan empat dari pegiat tersebut untuk dibebaskan. Ke-10 pegiat tersebut ditahan dalam sebuah tindakan keras yang sedang berlangsung menyusul usaha kudeta yang gagal pada Juli yang lalu di Turki.

Sementara itu, pada Senin (17/7) Turki memperpanjang pemerintahan dalam keadaan darurat selama tiga bulan lagi, hampir setahun setelah diberlakukan setelah kudeta militer yang gagal pada Juli lalu.

Pemerintah meminta parlemen memperpanjangnya untuk ke empat kali dan proposal tersebut disetujui oleh majelis. Partai AK yang dipimpin Presiden Tayyip Erdogan memiliki suara mayoritas di parlemen.

Perpanjangan pemerintahan darurat itu berlangsung setelah acara-acara pada akhir pekan yang diselenggaraan untuk menandai kudeta gagal yang menewaskan sekitar 250 orang, sebagian besar warga sipil yang tak bersenjata.

Sejak keadaan darurat diberlakukan pada 20 Juli tahun lalu, lebih 50 ribu orang telah ditangkap dan 150 ribu dipecat dalam operasi penumpasan. Para penentang Erdogan menyatakan operasi itu telah mendorong Turki ke arah pemerintahan yang otoriter.

Pemerintah menegaskan tindakan tersebut diperlukan untuk menghadapi tantangan keamanan yang dihadapi Turki dan mengikis hingga ke akar-akarnya para pendukung Fethullah Gulen, ulama yang berkedudukan di Amerika Serikat yang dikatakan berada di balik usaha kudeta itu. Gulen telah membantah keterlibatannya.

Berbicara di parlemen, Deputi Perdana Menteri Nurettin Canikli mengatakan keadaan darurat telah membantu menciptakan lingkungan hukum yang perlu untuk membersihkan jejaring Gulen. Dalam serangkaian acara yang diikuti masyarakat untuk mengenang mereka yang meninggal dalam usaha kudeta gagal itu dan marayakan mereka yang berhasil menggagalkannya, Erdogan meningkatkan kutukannya terhadap Uni Eropa dan mengatakan ia akan mengembalikan hukuman mati jika parlemen menyetujuinya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement