Selasa 26 Sep 2017 10:59 WIB

Trump Tertipu Berita Palsu, Kok Bisa?

Rep: Puti Almas/ Red: Agus Yulianto
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: KEVIN LAMARQUE/REUTERS
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tampaknya tertipu oleh berita palsu mengenai adanya uji coba peluncuran rudal balistik oleh Iran. Ia melihat sebuah video yang menunjukkan bagaimana kemampuan negara Timur Tengah itu untuk mengembangkan senjata nuklir berbahaya dan secara khusus ditujukan untuk menyerang Israel.

"Iran baru saja meluncurkan rudal balistik yang mampu mencapai Israel, saya yakin mereka juga bekerja sama dengan Korea Utara (Korut), ini sudah jelas tak ada lagi kesepakatan!" tulis Trump melalui jejaring sosial //Twitter//, dilansir The Independent, Selasa (26/9).

Namun, ternyata video yang ditonton oleh Trump mengenai berita peluncuran rudal balistik jarak menengah Iran tersebut hanyalah sebuah berita palsu. Bahkan, ternyata itu telah dibuat sebagai lelucon sejak tujuh bulan lalu.

Video berisi berita palsu itu beredar dan sampai kepada Trump hanya beberapa saat setelah pertemuan Majelis Umum PBB di New York pada 19 September lalu. Di sana, miliarder itu menyampaikan bahwa kesepakatan nuklir Iran adalah sesuatu yang memalukan dan tidak dapat diterima.

"Kami tidak dapat membiarkan rezim negara pembunuh terus melakukan aktivitas berbahaya, salah satunya dengan mengembangkan senjata nuklir dan berlindung di balik kesepakatan yang telah tercapai," kata Trump di hadapan Majelis Umum PBB.

Kesepakatan nuklir Iran yang dibuat bersama dengan enak kekuatan dunia dalam Dewan Keamanan PBB pada 2015 memuat ketentuan bahwa negara itu harus mengurangi produksi uranium, serta meniadakan segala kemungkinan pengembangan senjata nuklir. Selama ini, Teheran dianggap telah mematuhi perjanjian di dalamnya.

Meski demikian, AS sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB terus memiliki kekhawatiran terhadap Iran. Trump juga telah berulang kali mengkritik kesepakatan yang dicapai di masa pendahulunya, mantan presiden Barack Obama sebagai sebuah perjanjian yang cacat.

Kekhawatiran itu datang di antaranya karena di dalam isi perjanjian, tidak dibahas adanya kekhawatiran dunia mengenai kegiatan non-nuklir Iran. Termasuk juga membuat AS dan negara lain yang terlibat dalam perjanjian dapat menghukum Iran atas adanya kemungkinan terjadinya hal itu.

Sementara itu, Pemerintah Iran menegaskan, bahwa setiap program rudal yang dimiliki negara itu hanyalah untuk pertahanan. Tidak ada maksud untuk melancarkan serangan apapun, di manapun, termasuk Israel yang merupakan sekutu AS sekaligus dikenal sebagai rival Teheran.

"Kami tidak pernah mengancam siapapun, namun kami tak bisa mentoleransi ancaman dari siapapun," jelas Presiden Iran Hassan Rouhani menanggapi pidato Trump di Majelis Umum PBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement