Jumat 06 Oct 2017 04:43 WIB

Australia Gunakan Foto SIM untuk Lacak Tersangka Teroris

Rep: Kabul Astuti/ Red: Nidia Zuraya
Malcolm Turnbull
Foto: ABC News
Malcolm Turnbull

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Australia akan menggunakan foto lisensi pengemudi atau surat izin mengemudi (SIM) untuk mengumpulkan basis data pengenalan wajah atas nama perang terhadap terorisme. Kebijakan pemerintah Australia ini akan memungkinkan penegak hukum mengakses paspor, visa, data kewarganegaraan, dan foto surat izin mengemudi untuk mengidentifikasi orang-orang yang berkepentingan.

Perdana Menteri Australia  Malcolm Turnbull mengumumkan kebijakan baru ini pada Rabu (4/10) bersamaan dengan serangkaian kebijakan keamanan lain. Para pemimpin di negara bagian Australia telah menyetujui perubahan ini dalam sebuah pertemuan khusus di Canberra pada Kamis (5/10).

Jika disahkan, kebijakan ini akan berdampak pada sekitar 19 juta orang Australia berusia di atas 16 tahun, usia legal seseorang bisa mendapatkan surat izin mengemudi.

"Bayangkan kekuatannya untuk dapat mengidentifikasi, mencari tahu, dan mengidentifikasi seseorang yang dicurigai terlibat dalam aktivitas teroris, berjalan ke bandara, berjalan ke stadion olahraga," kata Turnbull, dilansir dari CNN, Jumat (6/10).

Di Amerika Serikat, hal serupa juga dilakukan. FBI telah memiliki basis data pengenalan wajah yang masif sampai lebih dari 400 juta foto, termasuk lisensi pengemudi di negara-negara bagian.

Akan tetapi, kebijakan ini menuai penolakan di Australia. Ketua kelompok advokasi Australian Privacy Foundation, David Vaile mengatakan kebijakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran privasi, serta berpotensi membuka akses peretas dan pencuri identitas. Foto lisensi pengemudi, paspor, dan visa sekarang sudah bisa diakses oleh badan penegak hukum Australia, namun sistem yang baru ini akan mengotomatisasi proses di satu lokasi.

"Kita telah mengesampingkan semua perlindungan dan keuntungan sebagai bagian dari peraturan hukum, masyarakat Barat, dan mengadopsi semacam praktik otoriter berbahaya yang lebih khas dari kediktatoran militer dan kepolisian," kata Vaile. Dalam sebuah pernyataan, para pemimpin negara bagian berjanji untuk mempertahankan perlindungan privasi yang kuat.

Lima orang Australia meninggal akibat terorisme domestik dalam dua dekade terakhir, lebih sedikit ketimbang orang yang meninggal di tangan polisi atau karena kekerasan dalam rumah tangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement