Kamis 28 Dec 2017 17:14 WIB

Korsel Siapkan Perlawanan Siber Hadapi Korut

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Budi Raharjo
Serangan siber (ilustrasi)
Foto: Digitaltrends.com
Serangan siber (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) tengah mempersiapkan perlawanan siber untuk menghadapi para peretas Korea Utara (Korut). Melalui sebuah program yang dinamai Best of the Best, remaja-remaja korut dilatih menjadi peretas topi putih yang memiliki keterampilan cybersecurity elite.

"Negara kami terpecah belah dan kami sedang berperang, tapi Anda tidak bisa melihat hal itu di dunia maya. Jadi kita bawa Anda untuk melihatnya secara langsung," kata Kim Jin-seok, pria dibalik program siber ini, dikutip The Guardian.

Keterampilan cybersecurity sangat diminati di Korsel. Negara ini secara resmi masih berperang dengan Korut, namun saat ini jarang terlibat pertempuran dengan menggunakan bom atau peluru.

Perang mereka terkunci di dalam pertempuran dunia maya. Korut tak hanya mengembangkan senjata nuklir dan rudalnya, namun juga mengembangkan kemampuan untuk meluncurkan serangan siber.

Dengan adanya kesulitan ekonomi karena sanksi internasional yang semakin mencekik, Korut hampir tidak memiliki pendapatan pajak. Sementara program senjata nuklir yang mahal mengharuskan Korut untuk terus mendapatkan pemasukan, meski dengan cara yang ilegal.

Peretas Korut diduga terlibat dalam kasus pencurian uang senilai 81 juta dolar AS dari bank sentral Bangladesh pada Maret 2016. Pada Desember ini, pemerintah AS menyatakan Korut merupakan pelaku utama di balik serangan siber WannaCry, yang pada Mei lalu telah menyebabkan kerugian jutaan dolar.

Peretas Korut juga diduga terlibat dalam kasus penarikan uang ilegal dalam kartu kredit dan debit di Korsel. "Ada ribuan serangan siber di Korsel setiap hari dan kebanyakan dari mereka tidak pernah melaporkan kasus tersebut. Keamanan informasi adalah basis dari pembangunan perekonomian," ungkap Kim.

Program pelatihan siber yang didanai pemerintah Korsel telah dirancang sejak 2010, ketika para peretas Korut menargetkan sektor swasta Korsel. Belakangan ini, para pengamat juga menuduh peretas Korut berada dibalik serangan terhadap pertukaran mata uang kripto.

Setiap warga Korsel dibayangi oleh ancaman serangan siber dari Korut. Korsel sebagai salah satu negara pengguna layanan internet dan pengguna ponsel pintar tertinggi di dunia, tidak memiliki pilihan lain selain menanggapi ancaman itu dengan serius.

Puncak serangan siber di Korsel terjadi pada 2013, saat jaringan tiga stasiun televisi dan dua bank terblokir sementara. Beberapa ATM dan portal perbankan daring juga tidak beroperasi.

"Saat itulah kami semua menyadari betapa rentannya kami," kata Lee Dong-geun, dari badan keamanan internet Korea, organisasi yang bekerja dengan pemerintah Korsel untuk membantu sektor swasta menghadapi serangan siber

Lulusan program siber Best of the Best Korsel akan menghadapi peretas andal dari program pelatihan siber Korut. Namun editor North Korea Tech, Martyn Williams, mengatakan pelatihan siber di Korut sama seperti pelatihan atlet untuk olimpiade.

"Kurangnya komputer dan akses internet yang luas membuat peretas Korut tidak bisa mempelajari ilmu peretasan secara otodidak di rumah. Mereka dilatih oleh pemerintah, dimulai dari sekolah menengah hingga universitas," kata Williams.

Ruang pelatihan program Best of the Best di Distrik Gangnam di Seoul dipenuhi oleh aura positif dari para peserta. Di balik pintu terdekat ada ruang cyberwarfare, yang dipenuhi dengan kumpulan meja dan monitor komputer. Sementara di dindingnya ada layar yang menampilkan data terbaru dari aktivitas daring dan tanda ancaman.

Pesertanya berusia mulai dari usia sekolah menengah sampai usia pertengahan 20-an. Program ini adalah kesempatan mereka untuk belajar langsung dari pakar industri dan membangun keterampilan TI elite, serta mendapatkan sertifikat kelulusan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement