Kamis 04 Jan 2018 15:46 WIB

Moon Ajak Makan 'Wanita Penghibur' Korban Perang Jepang

Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in.
Foto: REUTERS/Jung Yeon-Je
Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Kamis (4/1) akan bertemu dengan wanita yang dipaksa bekerja di rumah bordil masa perang di Jepang.

Kantor Moon, yang dikenal sebagai Blue House, mengatakan bahwa presiden akan bertemu dengan sekelompok wanita untuk makan siang. Namun tidak mengatakan berapa banyak dari mereka. Presiden diharapkan bisa mengukur reaksi mereka terhadap posisi pemerintahannya dalam kesepakatan dengan Jepang.

Sebelumnya sebuah panel Korea Selatan, menyampaikan bahwa kesepakatan 2015 dengan Jepang gagal memenuhi keinginan korban. Moon mengatakan kesepakatan yang berisi permintaan maaf Jepang kepada korban dan memberikan dana sekitar Rp118 miliar untuk membantu mereka, benar-benar parah.

Aktivis Korea Selatan memperkirakan ada sekitar 200 ribu wanita Korea yang dipaksa bekerja di rumah pelacuran. Ada 32 dari mereka terdaftar dengan kelompok sipil Korea Selatan yang dibentuk untuk menjaga hak mereka.

Ini akan menjadi kali kedua 'wanita penghibur' akan mengunjungi Rumah Biru selama masa kepresidenan Moon. Salah seorang diantara mereka sempat diundang untuk makan malam ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkunjung pada November.

Pengumuman Moon mengenai kesepakatan Jepang pekan lalu menimbulkan kekhawatiran di Jepang. Perdana Menteri Shinzo Abe mungkin memutuskan untuk tidak mengunjungi Korea Selatan untuk Olimpiade Musim Dingin di sana bulan depan.

Hubungan yang tegang datang saat sekutu AS mencoba untuk bekerja sama dalam keamanan dalam menghadapi pengembangan nuklir dan rudal Korea Utara.

Namun sejarah pahit mereka, termasuk penjajahan Jepang di semenanjung Korea dan isu wanita, secara teratur menjadi sumber dendam antara kedua negara. Beberapa pihak ultra-konservatif Jepang membantah bahwa perempuan dipaksa bekerja di rumah pelacuran.

Moon mulai berkuasa pada bulan Mei setelah pengangkatan pendahulunya, Park Geun-hye, yang oleh pemerintah konservatifnya dikritik karena gagal untuk sepenuhnya berkonsultasi dengan korban mengenai penyelesaian 2015.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement