Rabu 02 Feb 2011 10:31 WIB

Ini Alasan Rakyat Mesir Tolak Reshufle Kabinet ala Mubarak

Omar Suleiman mantan pimpinan tertinggi intelijen Mesir yang kini diangkat Hosni Mubarak sebagai wakil presiden
Foto: AP PHOTO
Omar Suleiman mantan pimpinan tertinggi intelijen Mesir yang kini diangkat Hosni Mubarak sebagai wakil presiden

REPUBLIKA.CO.ID,  Ada sebab kuat mengapa rakyat Mesir menentang keras anggota kabinet baru yang dilantik oleh Presiden Mesir, Hosni Mubarak. Pengunjuk rasa pun, menurut sejumlah pengamat, lebih baik berharap tidak berakhir dipenjara.

Anggota kabinet baru Mubarak--yang dianggap sekedar operasi wajah agar ia tetap dapat menancapkan kekuasaan--semua terlibat dalam tindakan represi sistematik negara. Termasuk di dalamnya seorang pakar mata-mata yang bekerja dengan AS untuk menyiksa tersangka teroris.

Perdana menteri baru, Ahmed Shafik, yang menjadi salah satu deputi Mubarak terlama terkenal dengan reputasi kerasnya. Dalam sebuah wawancara profil pada 2005 di Al Ahram Weekly Online, ia menekankan; Dengan Tangan Besi.

Kemudian ada pula menteri dalam negeri Mesir yang dikenal tukang memasukkan orang dalam penjara. Lalu wakil presiden baru adalah kepala intelijen paling berkuasa di Timur Tengah. Susunan itu mengisyaratkan jauh dari pemerintahan yang dikehendaki rakyat dan cenderung menjadi pemerintahan yang didesain untuk melumpuhkan rakyatnya.

Dimulai dari kepala keamanan dalam negeri yang baru, Jenderal Mahmoud Wagdi, mantan kepala penjara nasional. Apa yang mungkin terjadi dalam sebuah penjara Mesir?

Laporan hak asasi manusia PBB yang dirilis saban tahun memaparkan sel-sel dalam penjara terlalu penuh sesak dengan fasilitas medis yang minim--bilang tak bisa dibilang tanpa. Penjara tak memiliki unsur kebersihan, air bersih dan ventilasi yang layak.

Fakta mengerikan, tubercolusis (TBC) adalah penyakit yang jamak menyebar di kalangan tahanan. Kekerasan juga wajar, terutama terhadap tahanan remaja di fasilits dewasa dan tindakan brutal sipir kepada tahanan bukan hal aneh.

Sebagai menteri dalam negeri, Wagdy juga mengepalai kepolisian negara yang bertanggung jawab menjaga rezim tetap berkuasa. Setelah sempat menghilang saat akhir pekan ketika kerusuhan mulai pecah di beberapa kota saat bersamaan dengan protes masa, polisi kembali terlihat di jalan-jalan pada Ahad. Bahkan bukan sekedar polisi antihuru-hara, melainkan pasukan elit anti teror setar dengan Densus 88.

Penempatan pasukan elit itu itu kontan memicu opini di banyak rakyat Mesir bahwa Mubarak menginginkan situasi rusuh sebagai ganti rezimnya. Pengangkatan Wegdy juga berarti penempatan seseorang yang akrab dengan tindak kekerasan terhadap rakyat lewat aparat negara.

Penunjukkan yang dianggap paling menyakiti hati rakyat ialah pengangkatan wakil presiden baru, Omar Suleiman, pucuk intelijen tertinggi di Mesir. Badan intelijen Mesir dianggap paling kuat sekaligus kasar di dunia Arab dan merupakan aset krusial bagi barat.

Ketika pemerintahan Clinton dan Bush mencari tempat untuk menahan tersangka teroris di luar negaranya--di mana AS dapat menutup mata bagaimana mereka diperlakukan--Mesir adalah 'pilihan pasti', demikian menurut The Dark Side, buku tulisan Jane Mayer, 2008.

Penyiksaan terhadap para penentang adalah tindakan yang bisa dijumpai di seantero Mesir, terutama kepada para militan Islam di negara itu. Suleiman adalah tokoh yang bernegosiasi langsung dengan pejabat CIA, untuk mengambil alih teroris yang ditangkap demikian tulis Mayer dalam laporannya.

Pertama, seorang pria Mesir bernama Talaat Fouad Qassem, yang ditangkap di AS pada 1995  di Kroasia. Ia kemudian menghilang begitu saja begitu Mesir mengambil alih penahanan. Mantan duta besar AS untuk Mesir menggambarkan Suleiman sebagai sosok 'sangat cerdas' sekaligus 'sangat realistis' terhadap 'hal-hal negatif yang bisa dilakukan Mesir dalam penyiksaan' dan sebagainya. Tapi si penyiksa tidak terlihat mual.

Sikap tanpa belas kasihan belum digunakan Mubarak sebagai respon terhadap pemrotes. Mubarak dinilai masih ingin mempertahankan kekuasaan, sehingga ia belum menggunakan kekerasan berdarah. Namun para demonstran menyeru aksi massal dan jutaan pengunjuk rasa telah bergerak Selasa kemarin untuk memaksa Mubarak hengkang dari kantor kepresidenan. Dengan pejabat baru yang telah siap di posisi, Mubarak memiliki posisi untuk mematahkan tuntutan rakyat.

Seorang wartawan di Alexandria, Sharif Kouddous dari 'Democracy Now' sebuah program radio, melaporkan bahwa pengunjuk rasa mendengungkan penolakan terhadai Suleiman dan Shafik seraya menuding mereka berkolaborasi dengan AS. Dengan kabinet baru, begitu banyak yang bisa dilakukan untuk mematahkan gerakan reformasi.

sumber : Wired
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement