Rabu 28 Sep 2011 22:24 WIB

DK PBB Serahkan 'Nasib' Palestina ke Pansus

REPUBLIKA.CO.ID, PBB - Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (28/9) mengirim permintaan Palestina bergabung dengan badan dunia itu ke panitia khusus untuk melaporkan permohonan tersebut.

Sidang paripurna dewan beranggota 15 negara itu berlangsung hampir dua menit dan merupakan pembahasan umum pertama atas permohonan tersebut. Amerika Serikat berjanji memveto setiap permintaan Palestina.

"Jika tidak mendengar keberatan, saya akan mengirim permohonan Palestina ini ke panitia tentang anggota baru," kata duta besar Lebanon untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Nawaf Salam.

Tidak ada tanggapan dan Salam segera mengetuk palu dan sidang pun berakhir. Panitia keanggotaan dijadwalkan bersidang pada Jumat di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Ke-15 anggota Dewan Keamanan tersebut diwakili di panitia tersebut. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyampaikan permohonan bersejarah itu pada Jumat dan mendapat sambutan meriah di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Amerika Serikat dan Israel, yang sangat menentang upaya itu, menyatakan hanya pembicaraan langsung Israel-Palestina dapat menciptakan negara Palestina.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Senin mulai membahas permintaan Palestina akan keanggotaan penuh di badan dunia itu, meskipun pemungutan suara atas upaya bersejarah itu diperkirakan beberapa pekan mendatang.

Empat sekawan penengah -Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Eropa Bersatu, dan Rusia- mendesak kedua pihak segera kembali ke meja perundingan.

Pada Jumat, keempatnya menawarkan tandingan dari permintaan Palestina itu, dengan menyerukan pembicaraan perdamaian kembali dimulai dalam sebulan dengan kedua pihak bertekad mewujudkan kesepakatan akhir pada tahun ini.

Duta Timur Tengah dan mantan perdana menteri Inggris Tony Blair mengatakan kepada kantor berita Prancis AFP bahwa saat tepat akan memberi setiap orang kesempatan menguji ketulusan para pihak itu.

Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, yang menikmati gelombang dukungan rakyat di Tepi Barat, yang tak terlihat sejak mendiang Yasser Arafat, mengesampingkan pembicaraan kembali tanpa penghentian mutlak pembangunan permukiman Israel.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kepada acara jaringan televisi NBC 'Jumpa Pers' pada Minggu mengatakan kepada Abbas, "Jika Anda ingin mendapatkan perdamaian, singkirkan semua syarat."

Palestina, yang mundur dari pembicaraan langsung pada September 2010 setelah penghentian pemukiman dicabut, menyatakan Israel sudah mencaplok Yerusalem dan mencuri tanah selama 20 tahun belakangan.

"Kami berunding dengan hasil bahwa alur tidak berhubungan dengan kenyataan. Itu masalahnya," kata perunding utama Palestina Hanan Ashrawi kepada acara jaringan televisi ABC "Pekan Ini".

"Jadi, jika Anda berunding dan memberi waktu Israel membuat kenyataan sepihak, membangun lebih banyak permukiman, mencuri lebih banyak tanah, itu membahayakan keseluruhan, bukan hanya alur perdamaian, tapi peluang perdamaian," katanya tegas.

Sejak menduduki Tepi Barat pada 1967, Israel telah membangun 130 permukiman di seluruh wilayah itu, yang berpenguni lebih dari 300.000 orang. Sejumlah 200.000 warga lain Israel tinggal di lingkungan permukiman Yerusalem timur.

Angka kementerian dalam negeri menunjukkan sebagian besar pemukim Tepi Barat tinggal di delapan permukiman besar, yang Israel ingin kuasai dalam setiap kesepakatan perdamaian akhir dengan Palestina.

Israel menganggap kedua sisi Yerusalem adalah ibukota "abadi, tak terpisahkan" dan tidak melihat pembangunan di timur itu kegiatan pemukiman. Tapi, rakyat Palestina yakin Yerusalem timur harus menjadi ibukota negara masa depan mereka dan menentang keras perluasan kendali Israel atas wilayah itu.

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement