Rabu 08 Nov 2017 11:04 WIB

Anak-Anak dan Wanita Yaman Korban Serangan Udara Saudi

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Elba Damhuri
Pasukan artileri Arab Saudi menyerang markas militan Houthi yang menguasai Yaman.
Foto: Reuters
Pasukan artileri Arab Saudi menyerang markas militan Houthi yang menguasai Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Sedikitnya 30 orang Yaman, termasuk wanita dan anak-anak, tewas dalam serangkaian serangan udara yang dipimpin Saudi di Yaman utara, kata aktivis dan media lokal.

Hussain al-Bukhaiti, seorang aktivis pro-Houthi, mengatakan setidaknya 16 serangan udara yang ditargetkan pada desa Hiran di provinsi Hajjah pada hari Selasa, menewaskan 30 orang, termasuk keluarga dengan 10 orang dilansir dari Aljazirah, Rabu (8/11),

Mengutip warga setempat, Bukhaiti mengatakan penggerebekan tersebut dimulai sesaat setelah tengah malam, yang menargetkan rumah Sheikh Hamdi, seorang loyalis Houthi, yang membunuh dia dan keluarganya.

Serangan tersebut dilaporkan berlanjut hingga pukul lima sore waktu setempat (14:00 GMT). Menurut Bukhaiti, kerusakan tersebut mencegah kerabat dan petugas penyelamat untuk mengambil mayat korban.

Al Masirah, sebuah saluran TV yang dikelola oleh Houthi - kelompok pemberontak yang mengendalikan provinsi Hajjah, ibu kota Sanaa, serta bagian lain dari Yaman tengah - mengatakan bahwa 10 paramedis juga terbunuh.

TV ini menayangkan foto-foto di Twitter dan situsnya, menunjukkan kendaraan yang dibom dan anak-anak yang telah meninggal.

Yaman telah terpecah oleh konflik sejak tahun 2014, ketika pemberontak Houthi, yang bersekutu dengan tentara yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh, berhasil menguasai daerah-daerah terpencil di negara tersebut, termasuk Sanaa.

Sebuah koalisi negara-negara Arab yang dibentuk oleh Arab Saudi meluncurkan kampanye udara melawan para pemberontak pada Maret 2015, Tujuannya, untuk mencoba mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional.

Sejak saat itu, lebih dari 10 ribu orang terbunuh, jutaan orang dipaksa meninggalkan rumah mereka. Negara tersebut menghadapi kelaparan parah dan wabah kolera yang mematikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement