Kamis 07 Dec 2017 15:51 WIB

Qatar Peringatkan Dampak Keputusan Trump

Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani saat berada di Beograd, Serbia.
Foto: AP Photo/Darko Vojinovic
Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani saat berada di Beograd, Serbia.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Qatar pada Rabu (6/12) memperingatkan mengenai gaung berbahaya akibat keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, demikian laporan Kantor Berita Qatar (QNA).

Selama pertemuan rutin Kabinet yang diselenggarakan pada Rabu malam, Perdana Menteri Qatar Sheikh Abdullah bin Nasser bin Khalifa Ath-Thani mengatakan tindakan AS itu dapat bertentangan dengan keabsahan dan hukum internasional, selain semua upaya perdamaian yang dilandasi atas penyelesaian dua-negara.

Presiden AS Donald Trump dalam tindakan yang kontroversial, pada Rabu mengumumkan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sheikh Abdullah mengatakan Kabinet Qatar menyeru Pemerintah AS agar tidak melakukan tindakan mengenai Yerusalem dan menekan Pemerintah Israel.

Kabinet Qatar juga kembali menegaskan upaya Qatar mendukung hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Qatar akan mendukung rakyat Palestina untuk melindungi hak sah dan hak nasional mereka.

Pada Selasa, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Ath-Thani menerima pesan tertulis dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang memberi penjelasan mengenai perkembangan di wilayah Palestina sebelum keputusan AS mengenai Yerusalem.

Presiden Lebanon Michel Aoun pada Rabu mengatakan keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel berbahaya dan melukai kredibilitas AS sebagai penengah proses perdamaian.

Aoun, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Kantor Media Presiden mengatakan, "Keputusan ini memutarbalikkan proses perdamaian antara Palestina dan Israel selama beberapa dasawarsa dan membunuh setiap upaya yang telah dilancarkan untuk membawa sudut pandangan jadi lebih dekat."

Ia memperingatkan keputusan AS itu dapat mengundang reaksi yang mengancam kestabilan wilayah tersebut dan barangkali seluruh dunia. Aoun menyeru negara Arab agar mengambil sikap bersatu untuk mengembalikan identitas Arab di Yerusalem dan memulihkan resolusi internasional serta gagasan perdamaian Arab sebagai satu-satunya cara mewujudkan perdamaian yang adil dan menyeluruh yang memulihkan hak kepemilikan mereka.

Pada gilirannya, Perdana Menteri Lebanon Saad Al-Hariri pada Rabu menekankan Lebanon menolak Judaisasi Yerusalem dan keputusan Amerika. Saad bertemu di kediamannya dengan delegasi HAMAS, yang menyampaikan surat dari pemimpin politik HAMAS Ismail Haniyeh. Ali Baraka, wakil HAMAS di Lebanon, dan Ziad Hassan --Kepala Hubungan Politik HAMAS-- menghadiri pertemuan tersebut.

Saad mengatakan Lebanon akan melakukan tindakan politik dan diplomatik dengan negara Arab dan ISlam serta masyarakat internasional "guna mendukung masalah, Arabisme Jerusalem dan penolakan keputusan bias Amerika".

Baraka mengatakan HAMAS menganggapi keputusan AS mengenai Jerusalem sebagai agresi bukan hanya terhadap rakyat Palestina, tapi juga terhadap bangsa Palestina dan Arab dan terhadap tempat suci Islam dan Kristen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement