Kamis 07 Dec 2017 17:24 WIB

Ini Tanggapan PBNU Soal Pernyataan Trump

Rep: mg02/ Red: Hiru Muhammad
Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini saat memberikan keterangan pers terkait pernyataan Presiden Donald Trump.
Foto: Foto: Mg02
Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini saat memberikan keterangan pers terkait pernyataan Presiden Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Presiden AS Donald Trump yang akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem menuai banyak tanggapan dari berbagai, salah satunya dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menegaskan, hal ini berpotensi meluasnya pelanggaran terhadap Prinsip Hukum Humaniter sebagaimana diatur dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 Pasal 53 menentukan perllndungan bagi objek-objek budaya dan tempat pemujaan. "Posisi kami sejak dulu tegas mendukung kemerdekaan Palestina," ujar Helmy di Gedung PBNU, Kamis (7/12).

Sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyatakan Yerussalem merupakan ibu kota Israel merupakan suatu tindakan yang akan mengacaukan dan merusak perdamalan dunia. Sikap tersebut akan membuat sltuasi dunia menjadi semakin panas dan mengarah pada konflik yang tak berkesudahan. 

PBNU mengecam keras tindakan pengakuan sepihak tersebut. Yerusasalem bukanlah ibu kota Israel melainkan Yerusalem adalan ibu kota Palestina yang telah kita akui kedaulalannya. DaIam konteks ini, pada Muktamar NU ke 33 di Jombang, mengeluarkan beberapa keputusan yang salah satunya PBNU mendukung kemerdekaan atas Palestina.

Selain mengecam keras tindakan Trump,  PBNU mendorong Pemerintah Indonesia untuk pro aktif membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di Palestina. Indonesia memiliki peran yang amat strategis untuk menjadi penengah yang bisa memediasi dinamika politik yang sedang terjadi.

Helmy juga menyerukan kepada seluruh warga NU untuk membaca doa qunut nazilah, memohon pertolongan pada Allah SWT agar Palestina khususnya dan juga dunia dapat tercipta situasi yang damai. 

Rencana Israel memindahkan ibukotanya dari Tel Aviv ke Yerusalem Timur akan menimbulkan masalah baru yang sangat pelik. Keputusan kontroversial yang di dukung Pemerintah Donald Trump ini betul-betul mengancam proses perdamaian yang masih terus diupayakan PBB dan badan-badan perdamaian internasional. 

"Tindakan ini harus dihentikan agar tidak merusak capaian perdamaian yang ada. Saat ini para pihak yang berkonflik, negara-negara Arab dan Israel, sepakat mengakhiri perang dan menerima pendekatan hidup berdampingan secara damai," ujar Direktur Said Aqil Siradj (SAS) Institute Imdadun Rahmat.

Semua pihak mengakui keberadaan dua negara, Palestina dan Israel dengan perbatasan sebelum perang 1967. Ini dikukuhkan dalam Resolusi PBB no. 242 dan 338 yang isinya mencakup kewajiban Israel meninggalkan wilayah Palestina yang direbutnya pada perang 1967. 

Menurut Resolusi PBB tersebut, Yerusalem Timur adalah wilayah Palestina. Saat ini kota tempat komplek suci tiga agama Yahudi, Kristen dan Islam, Al-Aqsha berada, di- status quo-kan demi menjaga proses kesepakatan terus berlangsung. Tindakan sepihak Israel ini akan meningkatkan kemarahan publik Palestina. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement