Jumat 08 Dec 2017 09:34 WIB

Jokowi Bisa Pelopori Yerusalem Ibu Kota Palestina versi Oslo

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan (NW) Anjani di Desa Anjani, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur, NTB pada Kamis (23/11).
Foto: dok. Humas Pemprov NTB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan (NW) Anjani di Desa Anjani, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur, NTB pada Kamis (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Hari Wibowo mengatakan dukungan terhadap Palestina jangan hanya lips service saja. Presiden Jokowi harus memelopori pengakuan Baitul Maqdis (Yerusalem) Timur sebagai ibu kota Palestina. 

"Pernyataan Presiden Jokowi menanggapi langkah pengakuan Presiden AS, Trump yang mengakui  Baitul Maqdis (Yerusalem) adalah hal bagus. Saya juga mendukung beliau untuk datang sendiri memimpin delegasi RI ke sidang khusus OKI pekan depan,” kata Dradjad, Jumat (8/12). 

Namun mengingat sangat krusialnya isu ini bagi umat Islam, bukan hanya di Indonesia tapi seluruh dunia,  menurut Dradjad, diperlukan langkah yang lebih. Negara-negara OKI tidak boleh lagi hanya lips service terhadap isu kemerdekaan Palestina.  

"Selama ini kan mereka lebih banyak lips service. Langkah politik internasional OKI masih belum efektif dan belum memadai,” ungkapnya..

Karena itu, Dradjad menyarankan pemerintah Indonesia memelopori memberi pengakuan kepada Yerusalem  Timur sebagai ibu kota Palestina, dalam kerangka perjanjian perdamaian Oslo. Indonesia bisa menggalang keputusan OKI mengenai pengakuan terhadap ibu kota Palestina ini. "Yang penting saya tekankan, kerangkanya adalah perjanjian Oslo,” jelas Dradjad. 

Jika puluhan negara OKI memberi pengakuan ini, menurut dia, posisi tawar Palestina akan meningkat drastis. Apalagi perjanjian Oslo itu didukung oleh semua sekutu Barat dari Amerika Serikat. Posisi AS akan terkucil dan termarjinalisasi seperti dalam Kesepakatan Paris tentang Perubahan Iklim (Paris Agreement) dan Trans-Pacific Partnership (TPP). 

"Siapa tahu, nantinya negara-negara Barat tersebut terdorong memberi pengakuan juga, sekaligus mengakui Palestina secara resmi sebagai negara berdaulat,” ungkap Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement