Sabtu 16 Dec 2017 06:34 WIB

UE Tolak Trump, Lebanon akan Buka Kedubes di Yerusalem

Rep: Crystal Liestia Purnama, Kamran Dikarma/ Red: Elba Damhuri
Seorang wanita mengenakan bendera Amerika di atas kerudungnya pada aksi menentang kebijakan Trump atas Yerusalem di President Park tidak jauh dari istana kepresidenan Gedung Putih Washington, DC, Jumat (8/12) waktu setempat, atau (9/12) dini hari WIB.
Foto: Michael Reynolds/EPA-EFE
Seorang wanita mengenakan bendera Amerika di atas kerudungnya pada aksi menentang kebijakan Trump atas Yerusalem di President Park tidak jauh dari istana kepresidenan Gedung Putih Washington, DC, Jumat (8/12) waktu setempat, atau (9/12) dini hari WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Seluruh negara Uni Eropa (UE) bersepakat menolak kebijakan sepihak Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem debagai ibu kota Israel. Mereka menegaskan pendirian yang tidak berubah soal perlunya solusi dua negara dengan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan Palestina.

“Para pemimpin Uni Eropa mengulangi komitmen kuat terhadap solusi dua negara, dan dalam konteks ini posisi Uni Eropa terhadap Yerusalem tetap tidak berubah,” Tulis Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dalam akun Twitternya, kemarin. Ia menuliskan hal itu saat sedang berlangsung konferensi tingkat tinggi para pemimpin Uni Eropa di Brussels, Belgia.

Uni Eropa sebelumnya telah menekankan kekhawatiran terkait sikap Presiden AS Donald Trump mengakui secara sepihak Yerusalem sebagai ibu kota Israel, pekan lalu. Komisioner Bidang Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa Federica Mogherini menekankan, aksi AS itu bisa membawa situasi di Palestina “kembali ke masa yang lebih gelap”.

Bagaimanapun, pernyataan kesepakatan yang diterbitkan pada Kamis (14/12) menekankan penolakan atas langkah Trump. Pernyataan itu juga menegaskan, Uni Eropa mendesak Israel menarik batas mereka dalam status sebelum perang Arab-Israel pada 1967.

Sebelumnya, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menanggapi keputusan Trump dengan melakukan konferensi tingkat tinggi luar biasa di Istanbul, Turki. Helatan itu dihadiri 57 negara anggota pada Rabu (13/12).

Negara-negara yang menghadiri pertemuan puncak tersebut kemudian mendeklarasikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Mereka juga mengajak negara-negara lain untuk mengikuti pengakuan tersebut.

Deklarasi Istanbul ini disambut baik negara-negara Islam termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo yang mengikuti konferensi OKI tersebut pun menegaskan Indonesia mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Portugal Augusto Santos Silva mengatakan, pemerintahnya akan memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Rencana itu dijadwalkan pada pekan depan. “Pada hari yang sama juga untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Negara Palestina dan memindahkan misi diplomatiknya dari Ramallah ke Yerusalem Timur,” kata Silva dikutip the Portugal News, Jumat (15/12).

Menteri tersebut berbicara di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri Eropa setelah sarapan bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menteri luar negerinya. Netanyahu sebelumnya mengajak negara-negara anggota Uni Eropa untuk mengikuti keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Netanyahu sebelumnya juga menolak pernyataan OKI yang mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. \"Warga Palestina akan lebih baik jika mereka menerima kenyataan dan bertindak demi perdamaian, bukan ekstremisme,\" kata Benjamin Netanyahu dalam pernyataan resmi.

Netanyahu mengatakan, pernyataan itu tidak akan mengubah kenyataan Yerusalem merupakan ibu kota Israel. Dia optimistis banyak negara lain yang akan segera mengakui status yang diberikan AS dan memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem.

Sedangkan, Pemerintah Lebanon pada Kamis (14/12) telah membentuk sebuah komite untuk mempelajari proposal Menteri Luar Negeri Lebanon Jubran Bassil. Dalam proposalnya, Bassil meminta Pemerintah Lebanon membuka sebuah kedutaan di Yerusalem dan mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Palestina.

“Komite akan dipimpin Perdana Menteri Saad Hariri,” kata Menteri Informasi Lebanon Melhem Riashi, dikutip Anadolu Agency, kemarin.

Selain itu, menurut Riashi, Pemerintah Lebanon sedang mempertimbangkan mengeluarkan pernyataan bahwa keputusan Presiden Trump pekan lalu harus dibatalkan demi hukum. Keputusan tersebut dianggap sewenang-wenang dan menabrak resolusi internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement