Selasa 19 Dec 2017 15:13 WIB

AS Gagalkan Resolusi Yerusalem, Ini Langkah Indonesia

Gelombang penolakan langkah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel meluas ke berbagai negara. Sabtu (16/12), sejumlah warga mengajukan protes atas pengakuan AS tersebut di Frankfurt, Jerman.
Foto: AP
Gelombang penolakan langkah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel meluas ke berbagai negara. Sabtu (16/12), sejumlah warga mengajukan protes atas pengakuan AS tersebut di Frankfurt, Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir mengungkapkan Sidang Khusus PBB akan dilangsungkan usai kegagalan rancangan resolusi tentang Yerusalem dalam sidang Dewan Keamanan PBB kemarin.

"Kami sudah menduga (diveto, Red), karena tentu saja ini tidak sesuai dengan kepentingan Amerika Serikat. Tapi kita bersyukur 14 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan menyetujui rancangan resolusi itu," kata Fachir, saat ditemui di Jakarta, Selasa (19/12).

Akibat veto yang dijatuhkan AS tersebut, anggota Dewan Keamanan PBB berinisiatif akan maju ke special session pada sidang Majelis Umum PBB untuk membahas hal yang sama.

Menurut Fachir, permasalahan Palestina akan mendapat peluang yang lebih positif apabila dibawa ke dalam sidang majelis umum tersebut. "Karena di situ tidak ada veto. Oleh karena itu kita perlu menggalang semua negara-negara mulai dari OKI, Gerakan Nonblok, untuk memajukan rancangan resolusi tersebut. Direncanakan akan berlangsung Kamis (21/12) besok," kata Fachir.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan mendukung langkah tersebut dan berkeinginan untuk menjadi sponsor dalam resolusi tersebut.  Sebelumnya, AS memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai status Yerusalem pada Senin (18/12).

Seluruh 14 anggota lain Dewan Keamanan memberi suara yang mendukung teks rancangan Mesir itu. Tapi, karena AS merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan dan memiliki hak veto, maka rancangan resolusi tersebut gagal disahkan.

Sebelum veto, Duta Besar Mesir untuk PBB Amr Abdellatif Aboulatta menjelaskan rancangan resolusi itu berusaha menjamin setiap upaya untuk mengubah karakteristik atau komposisi demografik Kota Tua Yerusalem tidak berdampak dan batal serta tidak sah dan harus dicabut.

"Rancangan resolusi tersebut juga menyeru semua pihak tidak mendirikan misi diplomatik di Yerusalem," kata Aboulatta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement