Sabtu 23 Dec 2017 10:36 WIB

Pengakuan Sepihak AS, Ujian Bagi Dunia Islam

Rep: Puti Almas/ Red: Budi Raharjo
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Timur Tengah dari Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES), Smith Alhadar, mengatakan adanya pengakuan sepihak Amerika Serikat (AS) atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel menjadi ujian bagi negara-negara mayoritas Islam, khususnya negara-negara Arab. Hal yang terjadi merupakan ujian terhadap bagaimana reaksi dunia Islam, yang selama ini dinilai belum sepenuhnya bersatu.

Presiden AS Donald Trump pada awal Desember lalu membuat keputusan kontroversial yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel. Ia juga berencana segera memindah kedutaan besar negara adidaya itu yang selama ini berada di Tel Aviv.

"Bisa jadi dan sangat mungkin sebenarnya keputusan Trump ini menguji bagaimana reaksi dunia Islam dan ternyata reaksinya sangat keras, bahkan didukung oleh banyak negara di dunia lainnya," ujar Smith kepada Republika, Sabtu (23/12).

Status Yerusalem telah menjadi isu utama dalam konflik Israel dan Palestina. Israel menduduki kawasan timur dari kota itu, yang sebelumnya dikuasai Yordania saat Perang Timur Tengah 1967.

Namun, Palestina telah memandang Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota negara mereka di masa depan. Hal ini juga ditetapkan dalam Kesepakatan Oslo 1993, yang kemudian dikukuhkan dalam tahap perundingan damai Israel dan Palestina.

Solusi dua negara menjadi salah satu opsi untuk mengakhiri konflik dengan dibuatnya dua negara untuk dua warga. Dengan itu, Palestina akan menjadi sebuah negara merdeka dalam wilayah-wilayah yang selama ini menjadi sengketa, yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur. Dengan demikian, Palestina akan menjadi negara yang berdampingan dengan Israel.

Selama ini, menurut Smith banyak negara-negara Arab yang tidak fokus atau mengesampingkan konflik Palestina dan Israel. Sebaliknya, mereka lebih melihat permasalahan dengan Iran yang dinilai mengancam rezim-rezim pemerintahan banyak negara Teluk Arab serta keamanan Timur Tengah.

"Pada awalnya saya melihat bahwa negara-negara Arab, seperti Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan juga Mesir ingin mengesampingkan masalah Palestina, tapi yang bisa dilihat saat ini mereka juga bisa bereaksi keras atas keputusan Trump," jelas Smith.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement