Rabu 27 Dec 2017 06:43 WIB

Jepang, Yordania Bicarakan Status Yerusalem

Rep: Dian Erika Nugraheny / Red: Reiny Dwinanda
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pengunjuk rasa melambaikan bendera Palestina saat terjadi bentrokan di dekat perbatasan dengan Israel di timur Kota Gaza, Jumat (15/12). Demonstran memprotes keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono, mengesampingkan kemungkinan pemindahan kedutaan besar Jepang untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. 

Dilansir dari Kuna, Kono mengatakan, negaranya mendukung upaya internasional untuk menyelesaikan konflik Timur Tengah berdasarkan visi dua negara dan resolusi PBB yang relevan. Resolusi PBB menganggap bahwa Yerusalem Timur merupakan wilayah yang diduduki.

Menurut Jepang, masa depan Yerusalem hanya dapat ditentukan berdasarkan perundingan langsung.

Menteri Kono dalam kunjungannya ke Yordania, Selasa (26/112), telah bertemu dengan Perdana Menteri Yordania Hani Al-Mulki dan Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi.

Fokus pertemuan tersebut ialah perkembangan di Timur Tengah, termasuk Yerusalem, serta isu-isu bilateral. Jepang sepakat status Yerusalem tidak bisa diputuskan secara sepihak, melainkan harus melalui negosiasi.

Sementara itu, Perdana Menteri Al-Mulki mengatakan bahwa Kota Suci Yerusalem adalah sebuah isu politik yang menjadi perhatian masyarakat Muslim dunia. 

Al-Mulki menegaskan penolakan Yordania atas keputusan Amerika Serikat yang secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Dia mengatakan, langkah ini bertentangan dengan legitimasi internasional.

Di tempat terpisah, Menteri Luar Negeri Yordania, Safadi menekankan perlunya mematuhi resolusi internasional yang berkaitan dengan Yerusalem dan membatalkan langkah sepihak untuk mengubah status hukum dan historis di Yerusalem. 

Safadi juga menyoroti perlunya upaya kolektif internasional untuk meluncurkan kembali perundingan damai Palestina-Israel berdasarkan visi dua negara untuk membangun sebuah negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement