Jumat 19 Jan 2018 00:01 WIB

Netanyahu Enggan Tanggapi Trump Soal Pemindahan Kedubes AS

Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: KEVIN LAMARQUE/REUTERS
Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Kamis (18/1), enggan menanggapi tentangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas waktu satu tahun bagi pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem.

Pejabat di kantor Netanyahu mengatakan Netanyahu menyadari pembangunan kedutaan baru akan memakan waktu bertahun-tahun. Namun, ia yakin Washington mempertimbangkan tindakan lain bisa mempercepat pembukaan kedutaan baru.

Pejabat yang menolak disebutkan namanya itu, tidak menyebutkan langkah tersebut atau tanggal kedutaan itu mulai bekerja. Sebelumnya, media Israel berpraduga duta besar AS akan bekerja paruh waktu dari tempat sementara di Yerusalem sebelum kantor baru disiapkan.

Trump mengubah kebijakan AS pada awal Desember dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan merumuskan pemindahan kedutaan dari Tel Aviv. Langkah tersebut membahayakan usaha perdamaian Timur Tengah dan mengganggu dunia Arab serta sekutu Baratnya.

Menurut wartawan Israel, yang bersama Netanyahu dalam perjalanan ke India pada Rabu, ia mengatakan, "Penilaian solid saya adalah hal itu akan berjalan lebih cepat dari perkiraan Anda, dalam waktu satu tahun dari sekarang."

Ditanya tentang komentar Netanyahu, Trump mengatakan kepada Reuters kondisinya tidak demikian. "Pada akhir tahun? Kita membicarakan skenario yang berbeda, maksud saya jelas itu akan bersifat sementara Kami tidak benar-benar melihat itu, itu tidak."

Pejabat Israel yang menanggapi ucapan Trump mengatakan: "Presiden dan perdana menteri tidak mengatakan apa pun yang berbeda."

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bulan lalu pemindahan kedutaan tersebut mungkin paling cepat terlaksana tiga tahun ke depan dan itu merupakan hal yang cukup ambisius, menjadi sebuah kerangka waktu yang oleh pejabat pemerintahan dikaitkan dengan logistik untuk menemukan dan mengamankan sebuah situs serta mengatur perumahan untuk diplomat.

Yerusalem adalah tempat suci bagi tiga agama, yakni Islam, Yahudi dan Kristen. Bangsa Palestina menginginkan Yerusalem Timur yang direbut Israel dalam perang Arab-Israel 1967 dan dicaplok dalam langkah tidak diakui secara internasional sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement