Rabu 31 Jan 2018 10:33 WIB

Palestina Tolak Pembicaraan Apa Pun dengan AS

Pembicaraan baru bisa dilakukan jika AS menarik keputusannya mengakui Yerusalem

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Saeb Erekat
Foto: AP
Saeb Erekat

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekretaris Jenderal Orgnasasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengatakan Palestina tidak akan lagi melakukan pembicaraan apa pun dengan Amerika Serikat (AS). Pembicaraan baru bisa dan akan dilakukan jika AS menarik keputusannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Erekat mengungkapkan, keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak akan pernah bisa diterima Palestina. "Keputusan AS pada 6 Desember lalu adalah bagian dari era Amerika baru yang bergerak dari negosiasi untuk mendikte," kata tokoh yang juga merupakan juru runding utama Palestina, seperti dilaporkan laman Al Araby, Selasa (30/1).

(Baca: Masyarakat Internasional Harus Lindungi Hak Rakyat Palestina)

Pernyataan Erekat ini muncul menyusul meningkatnya ketegangan antara Otoritas Palestina dan AS. Hal ini tidak hanya karena Palestina menolak untuk kembali berunding dengan Israel, tapi juga disebabkan keputusannya memboikot kedatangan Wakil Presiden AS Mike Pence ke negara tersebut beberapa waktu lalu.

Trump mengecam keras keputusan Palestina memboikot kedatangan Pence. "Mereka tidak menghormati kami sepekan yang lalu dengan tidak membiarkan wakil presiden kami yang hebat melihat mereka," ujarnya beberapa waktu lalu.

Situasi ini pun kian diperburuk oleh keputusan AS memangkas dana bantuan sebesar lebih dari 60 juta dolar untuk badan PBB yang fokus mengurus jutaan pengungsi Palestina, yakni UNRWA. Pemangkasan dana ini dinilai merupakan upaya AS menarik kembali ke perundingan damai dengan Israel yang dimediasi olehnya.

Namun, hal ini tampaknya akan sulit terwujud. Sebab Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menegaskan, peran AS sebagai mediator telah tersisih sejak mereka mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Menurut Abbas, AS tidak dapat lagi diandalkan karena terbukti bias dan membela kepentingan Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement