Rabu 07 Feb 2018 13:13 WIB

Masjid Arrahmah Bertenaga Surya Pertama di Palestina

Departemen Awqaf berencana untuk memasang sistem tenaga surya di 35 masjid.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Agus Yulianto
Pembangkit listrik tenaga surya (Ilustrasi)
Foto: VOA
Pembangkit listrik tenaga surya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  YERUSALEM -- Palestina berinvestasi dalam energi terbarukan. Upaya ini untuk mengakhiri ketergantungan ekonominya terhadap Israel dan mencapai swasembada energi. Pada 22 Januari, kota di Tepi Barat, Qalqilya, menandai sebuah tonggak sejarah dengan membuka masjid bertenaga surya pertama, yaitu Masjid Arrahmah.

Dana Investasi Palestina (PIF) dan Kementerian Pendidikan menandatangani sebuah kesepakatan pada 16 Januari untuk pengembangan dan pemasangan panel surya di atap dari 500 sekolah negeri dalam periode empat tahun. Proyek ini akan menghasilkan total kapasitas 35 megaWatt setelah investasi sebesar 35 juta dolar AS.

Gagasan untuk sebuah masjid bertenaga surya datang atas inisiatif individu dari seorang warga yang mengumpulkan dana yang diperlukan dari keluarga dan kenalannya. "Gagasan tersebut disetujui oleh departemen tersebut secara ekonomi dan sejalan dengan strategi nasional yang bertujuan mencapai swasembada ekonomi dan mendukung investasi energi terbarukan dan alternatif," kata Direktur Jenderal Departemen Awqaf di Gubernuran Qalqiya, Adnan Saeed, dilaporkan Al-Monitor, Rabu (7/2).

Baca Juga: Israel 'Cekoki' Warga Palestina dengan Produk tak Layak

Warga dibalik inisiatif itu adalah Fawaz Fahmi. Dia mengatakan, ingin membiayai tenaga surya itu untuk menjaga masjid tetap buka setiap saat dan tidak ditutup setelah shalat selesai. Dia mengatakan, 36 panel energi yang menghasilkan delapan kiloWatt senilai 11 ribu dolar AS, dan inisiatif tersebut memang menyebabkan peningkatan jumlah jamaah yang hadir di masjid tersebut.

Menurut Saeedada, inisiatif lain untuk memasang sistem energi surya di Masjidil Haram Jayyous di Gubernuran Qalqilya. Departemen tersebut berencana untuk memasang sistem tenaga surya di 35 masjid di gubernuran tersebut. Diskusi sedang berlangsung dengan pemerintah kota dan partai pendukung lainnya mengenai inisiatif sektor swasta untuk mendanai proyek semacam itu.

Sementara Direktur Jenderal perusahaan Masader, Azem Beshara, mengatakan, Program Noor Palestine itu diluncurkan oleh Masader pada 2016 untuk mengembangkan sistem energi surya dan pembangkit tenaga surya dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan listrik. Program ini juga menargetkan sektor domestik, komersial, industri, pertanian, dan sektorpublik.

Menurut Beshara, PIF telah melakukan investasi dalam energi terbarukan untuk alasan nasional, ekonomi, dan lingkungan. Ini akan memberikan kesempatan kerja, mengurangi konsumsi listrik Israel dan mewujudkan swasembada energi Palestina. Dia mencatat program tersebut akan menelan biaya sekitar 200 juta dolar AS dan diperkirakanakan mengurangi separuh biaya listrik.

"Selama tahap program ini, kami membangun tiga pembangkit tenaga surya di GubernuranJenin, Tubas dan jericho dengan biaya 30 dolar AS, dan pabrik pertama akan mulai beroperasi tahun ini. Pada tahap selanjutnya, pabrik lain akan dibangun, dan kita akan memasarkan panel surya ke sektor komersial dan atap rumah pribadi," katanya.

Beshara menekankan, proyek untuk memasok 500 sekolah negeri dari 2.000 sekolah secara keseluruhan dengan sistem energi surya tersebut, juga bertujuan untuk menyebarkan nilai energi alternatif dan terbarukan di kalangan siswa. Dia mengatakan, program itu tidak hanya akan mengurangi tagihan listrik pemerintah, tapi juga menghasilkan surplus energi untuk dijual.

"Khususnya, rencana untuk menjual listrik yang dihasilkan ke perusahaan distribusi dengan harga yang lebih rendah dari harga Israel," kata dia.

Selain itu, investasi dalam energi alternatif itu, menurut Beshara, menimbulkan beberapa risiko yang berasal dari situasi politik saat ini, yaitu pembatasan Israel diberlakukan di Area C, kondisi infrastruktur di Palestina dan kesulitan untuk mendapatkan dana.

Pada 18J uli, Kabinet Palestina menyetujui serangkaian insentif yang mendorong investasi teknologi alternatif dan terbarukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan berkelanjutan di Palestina. Insentif ini termasuk mengurangi pajak penghasilan pada pembangkit listrik dengan kapasitas lebih dari satu megaWatt dan menarik perusahaan untuk mengadopsi teknologi surya untuk memenuhi kebutuhan energinya, serta menawarkan program pembiayaan dan pemberian pinjaman untuk mendorong adopsi teknologi surya.

"Ada kepentingan strategis dalam mendukung investasi di sektor energi alternatif dan terbarukan di Palestina," kata juru bicara Kementerian Ekonomi Nasional Azmi Abdul Rahman.

Abdul Rahman juga mengatakan, sektor minyak dan minyak turunan menyumbang pengeluaran impor sebanyak 42 persen dari Israel, dan ini menguras habis keuangan pemerintah Palestina. Menurut dia, penggunaan energi terbarukan telah meningkat menjadi 20 persen dan berharap untuk melihatnya tumbuh lebih jauh.

Insentif yang ditawarkan pemerintah tersebut dipuji oleh seorang peneliti ekonomi dan profesor di Arab American University, Noor Abu al-Rob, mengatakan, cuaca cerah di Palestina sepanjang tahun menawarkan sebuah kesempatan. Dia mengatakan bahwa investasi apa pun menciptakan kesempatan kerja dan sektor energi terbarukan merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang mendorong pelepasan ketergantungan ekonomi antara Israel dan Palestina. Karena Tepi Barat 100 persen bergantung pada energi yang diimpor dari Israel, meskipun persentase ini hanya turun sampai 30 persen untuk Gaza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement