Kamis 01 Mar 2018 04:56 WIB

Tuntut Solusi Adil, Liga Arab Bekukan Hubungan dengan Israel

Liga Arab menginginkan ada solusi yang adil bagi kepentingan Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Reiny Dwinanda
Bendera Israel dan Amerika Serikat diproyeksikan di dinding kota tua Yerusalem, Rabu (6/12). Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Foto: AP Photo/Sebastian Scheine
Bendera Israel dan Amerika Serikat diproyeksikan di dinding kota tua Yerusalem, Rabu (6/12). Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit mengatakan, negara-negara Arab tidak akan membangun hubungan dengan Israel selama belum ada solusi yang adil dan abadi bagi kepentingan Palestina. Hal ini ia sampaikan saat bertemu Utusan Khusus Presiden Rusia untuk Timur Tengah dan Negara-Negara Afrika sekaligus Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov di Kairo, Mesir, Rabu (28/2).

Juru bicara Sekretaris Jenderal Liga Arab Mahmoud Afifi mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut, Aboul Gheit dan Bogdanov fokus membahas perkembangan terakhir isu Palestina. Pada kesempatan itu, Aboul Gheit menceritakan tentang perundingan yang diadakan di Brussels, Belgia, awal pekan ini.

Perundingan di Brussels tersebut dihadiri delegasi menteri Arab dan menteri-menteri Eropa. Agenda utama perundingan berfokus pada cara pemindahan proses perdamaian Israel dan Palestina di masa mendatang. Hal ini layak dipikirkan setelah Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Desember tahun lalu.

Sekretaris Jenderal Liga Arab menyatakan tidak mungkin menjalin hubungan dengan Israel tanpa mengakhiri pendudukan Israel dan pembentukan sebuah negara Palestina yang merdeka di wilayah yang diduduki pada tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, kata Afifi mengutip pernyataan Aboul Gheit dalam pertemuan dengan Bogdanov, dilaporkan laman kantor berita Palestina, WAFA.

Sejak AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Palestina memutuskan menolak melanjutkan perundingan damai. Palestina menilai AS selaku mediator dalam perundingan ini telah terbukti bersikap bias dan membela kepentingan Israel.

Sebagai gantinya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan pembentukan mekanisme multilateral guna menyelesaikan perselisihan dengan Israel. Mekanisme ini harus melibatkan PBB, Uni Eropa, AS, dan Rusia, serta negara-negara Arab .Dengan demikian, AS tak lagi menjadi mediator tunggal dalam perundingan damai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement