Selasa 03 Jul 2018 17:54 WIB

Mesir Undang Hamas dan Fatah Bahas Rekonsiliasi

Hamas dan Fatah mulai berselisih pada 2007.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Hamas-Fatah
Hamas-Fatah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemerintah Mesir telah mengundang kelompok Fatah dan Hamas ke Kairo untuk membahas rekonsiliasi Palestina. Hal itu merupakan upaya terbaru oleh Mesir dalam memediasi perselisihan antara Hamas dan Fatah.

"Undangan itu disampaikan kepada kepala politik Hamas Ismail Haniyeh selama panggilan telepon dengan pejabat intelijen Mesir yang bertanggung jawab atas masalah Palestina," kata seorang sumber Hamas pada Selasa (3/7), seperti dikutip laman Anadolu Agency.

Menurut dia, dalam pembicaraan via telepon Haniyeh dan pejabat intelijen Mesir membicarakan tentang rekonsiliasi yang mandek antara Hamas dengan Fatah. Sumber itu mengharapkan Hamas akan mengutus delegasi tingkat tinggi guna memenuhi undangan tersebut.

Sumber Hamas itu tak mengungkapkan kapan pembicaraan dengan pihak Mesir akan dilaksanakan. Pada Senin (2/7), pejabat Fatah Azzam al-Ahmad, yang juga anggota komite eksekitif Organisasi Pembebasan Palestina, mengatakan bahwa Mesir pun telah mengundang Fatah ke Kairo guna membicarakan rekonsiliasi dengan Hamas.

Fatah dan Hamas mulai berselisih pada 2007. Perselisihan tersebut dipicu oleh kemenangan Hamas dalam sebuah pemilihan umum 2006, yang hasilnya ditolak Fatah dan masyarakat internasional. Pada Juni 2007, Hamas mulai mengendalikan dan mengontrol pemerintahan di Gaza.

Beberapa upaya rekonsiliasi antara kedua faksi tersebut sempat dilakukan. Namun upaya tersebut gagal karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai.

Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah akhirnya menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Penandatanganan kesepakatan tersebut menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih. Namun kesepakatan rekonsiliasi itu masih mengalami kebuntuan. Hingga saat ini, Hamas masih mengontrol Jalur Gaza sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Tepi Barat.

Baca: Uni Eropa tak Mau Lagi Biayai Riset Israel

 

 

Advertisement
Berita Lainnya