Kamis 09 Aug 2018 06:53 WIB

Hamas dan Israel Masih Saling Serang

PBB dan Mesir menjadi mediasi perdamaian.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Polisi Palestina menunjukkan bangunan yang rubuh akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza, Sabtu (14/7). Serangan ini merupakan serangan terburuk sejak perang Israel-Gaza tahun 2014.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Polisi Palestina menunjukkan bangunan yang rubuh akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza, Sabtu (14/7). Serangan ini merupakan serangan terburuk sejak perang Israel-Gaza tahun 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Hamas dan Israel sedang dalam  pembicaraan untuk proses gencatan senjata guna menghindari perang secara terbuka. Kendati demikian, kedua pihak masih saling melancarkan serangan pada Rabu (8/8).

Militer Israel mengatakan, kekerasan pada Rabu dimulai dengan Hamas yang menembakkan senjata ke kendaraan Israel. Pasukan Israel membalas dengan tembakan tank. Kemudian, warga Palestina menembakkan sekitar 70 roket melintasi perbatasan, dan pesawat Israel menyerang  belasan anggota Hamas.

Seorang warga Israel terluka oleh roket. Pejabat Palestina mengatakan satu anggota Hamas tewas dan dua lainnya terluka dalam serangan udara Israel. Lima warga sipil juga terluka.

"Saya sangat khawatir dengan eskalasi kekerasan baru-baru ini antara Gaza dan Israel, dan khususnya oleh beberapa roket hari ini yang ditembakkan ke komunitas di Israel selatan," kata utusan PBB untukTimur Tengah Nickolay Mladenov.

Baca juga, Turki Kecam UU Negara Bangsa Yahudi Israel.

Ia mengatakan, PBB telah terlibat dengan Mesir dalam upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghindari konflik serius. Ia memperingatkan bahwa situasi dapat dengan cepat memburuk yang memiliki konsekuensi menghancurkan bagi semua orang.

Baik Hamas maupun Israel tampaknya tidak tertarik pada konflik besar. Namun tuntutan publik dari kedua belah pihak untuk membebaskan tahanan  telah menjadi batu sandungan dalam proses gencatan senjata jangka panjang.

"Kami dapat mengatakan bahwa tindakan yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Mesir dalam tahap lanjut dan kami berharap itu bisa menghasilkan beberapa kebaikan dari mereka. Yang diperlukan adalah pemulihan di sepanjang perbatasan antara kita dan musuh Zionis," kata Wakil kepala Hamas di Gaza, Khalil Al-Hayya.

Kepala komite urusan luar negeri dan pertahanan parlemen Israel, Avi Dichter, mengaku sangat berharap akan ada hari baru tentang masalah  Gaza. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membatalkan kunjungan ke Kolombia pekan ini untuk menghadiri pembicaraan gencatan senjata.

Baca juga,  Indonesia Kecam UU Negara Bangsa Yahudi.

Para pejabat Israel mengatakan pada Ahad bahwa mereka akan membuka kembali sebuah terminal perbatasan komersial yang telah ditutup. Mereka juga akan memperluas zona penangkapan ikan Palestina.

Baik PBB maupun Mesir secara terbuka telah merinci proposal mereka untuk Gaza. Kedua piahk juga menyinggung terkait bantuan ekonomi yang luas untuk Gaza.

photo
Dalam foto dokumentasi tanggal 14 Mei 2018 ini, petugas medis Palestina dan pengunjuk rasa mengevakuasi seorang pemuda yang terluka selama berlangsungnya protes di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, di sebelah timur Khan Younis, Jalur Gaza. Negara-negara Arab dengan tegas mengutuk pembunuhan lebih dari 50 warga Palestina pada Senin, 14 Mei 2018 dalam protes Gaza.

Hayya mengatakan bantuan dana asing telah berhasil mengumpulkan ratusan juta dolar untuk proyek listrik, air, kesehatan dan penciptaan lapangan kerja di Gaza. Tetapi ini membutuhkan stabilitas.

Sebagai gantinya untuk gencatan senjata, Israel ingin memperoleh jasad dua tentara yang tewas di Gaza. Sebaliknya, Hamas menuntut agar Israel membebaskan tahanan keamanan Palestina . "Kami ingin membebaskan tahanan kami yang pemberani dan kami tidak keberatan memulai sekarang. Biarkan itu menjadi kesepakatan pertukaran tahanan, (tahanan Palestina) dengan imbalan tentara Zionis;"  kata Hayya.

Gaza telah dikendalikan oleh Hamas selama lebih dari satu dekade. Selama waktu itu Hamas telah berperang  tiga kali melawan Israel dan paling baru pada  2014. Bersamaan dengan Mesir, Israel mempertahankan blokade yang telah membuat ekonomi wilayah itu hancur.

Sekitar dua juta orang tinggal di Gaza, terutama keturunan tanpa kewarganegaraan  Palestina yang melarikan diri atau diusir dari  Israel pada pendiriannya di 1948.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement