Ahad 19 Aug 2018 09:00 WIB

Abbas Ancam Kaji Semua Kesepakatan dengan Israel

Israel dinilai melanggar semua kesepakatan perdamaian dengan Palestina.

Red: Nur Aini
Mahmoud Abbas - Presiden Palestina. Senin(7/3).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mahmoud Abbas - Presiden Palestina. Senin(7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas memperingatkan bahwa semua kesepakatan perdamaian yang ditandatangani dengan Israel akan dikaji ulang. Hal itu akan dilakukan jika situasi hubungan kedua negara tidak berubah.

Abbas mengeluarkan peringatan tersebut di dalam pidatonya yang ditayangkan stasiun Televisi Palestina pada akhir pertemuan tiga-hari Dewan Sentral Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, pada Sabtu (18/8).

"Israel telah melanggar semua kesepatan yang ditandatangani, mulai dari Kesepakatan Perdamaian Oslo dengan PLO pada 1993, sampai Kesepakatan Ekonomi Palestina pada 1994," kata Abbas, sebagaimana dikutip Xinhua.

Presiden Palestina yang berusia 84 tahun itu menuduh Israel terus membangun permukiman. Israel juga mengancam akan memangkas tunjangan keluarga orang Palestina yang terbunuh atau dipenjarakan di berbagai penjara Israel. Ia juga mengecam disetujuinya Hukum Bangsa Negara Israel baru-baru ini sebagai diskriminasi terhadap orang Arab.

Abbas juga kembali menegaskan penolakan terhadap kesepakatan perdamaian yang diusulkan AS, yang dikenal dengan nama "Kesepakatan Abad Ini", guna menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel. "Palestina takkan mengadakan pembicaraan apapun dengan Washington dan takkan menerima baik Amerika Serikat sebagai peninnjau perdamaian sebelum AS menyesali keputusannya sehubungan dengan Yerussalem, pengungsi, dan permukiman", kata Abbas.

Palestina telah memboikot Amerika Serikat sejak 6 Desember 2018. Saat itu Presiden AS Donald Trump mengumumkan Yerussalem sebagai ibu kota Israel. Boikot menguat terutama setelah 4 Mei, hari kedutaan besar AS di Israel dipindahkan ke kota suci yang menjadi sengketa tersebut.

Palestina berusaha mendirikan Negara Merdeka dengan Yerussalem Timur sebagai Ibu Kotanya. Sementara, Israel berkeras bahwa seluruh Yerussalem adalah ibu kotanya.

Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan empat pilihan untuk meningkatkan perlindungan bagi warga Palestina di wilayah pendudukan Israel. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan setiap opsi memerlukan kerja sama antara Israel dan Palestina.

Pertama, menyediakan “kehadiran PBB yang lebih kuat di lapangan” dengan pengawas hak dan petugas politik untuk melaporkan situasi terkini. Kedua, memberikan lebih banyak bantuan kemanusiaan dan pembangunan PBB untuk “menjamin kesejahteraan penduduk.”

Ketiga, menghadirkan pengamat sipil di daerah-daerah sensitif, seperti pos pemeriksaan dan permukiman dekat Israel dengan mandat untuk melaporkan masalah perlindungan. Keempat, menyebarkan kekuatan militer atau polisi bersenjata di bawah mandat PBB untuk memberikan perlindungan fisik kepada warga sipil Palestina.

Baca: PBB Terbitkan Rekomendasi untuk Lindungi Warga Palestina

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement