Senin 22 Oct 2018 16:15 WIB

PLO: Israel Intimidasi Pemerintahan Otoritas Palestina

Israel menculik gubernur dan direktur badan intelijen Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat menuding Israel berupaya mengintimidasi pemerintahan Otoritas Palestina. Hal itu diungkapkan menyusul ditangkapnya pejabat-pejabat Palestina oleh Israel.

Erekat mengungkapkan, Israel telah menculik gubernur Yerusalem Adnan Ghaith dan direktur Badan Intelijen Umum Palestina Kolonel Jihad al-Faqih. Ia berpendapat penangkapan Ghaith dan al-Faqih telah melanggar hukum internasional sekaligus menjadi contoh agresi Israel terhadap rakyat Palestina.

“Penculikan ini adalah bagian kecil dari serangkaian pelanggaran dan praktik oleh Israel, termasuk pemindahan paksa, pembongkaran rumah, dan perluasan sistem permukiman kolonial dalam rangka mencapai rencananya menghilangkan solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 dan untuk memaksakan pemerintahan Israel yang lebih besar sebagai gantinya,” kata Erekat, dikutip laman Asharq Al-Awsat, Senin (22/10).

Kantor berita Palestina, pada Sabtu pekan lalu melaporkan tentang penangkapan dan penahanan Ghaith. Dia ditangkap di Beit Hanina di Yerusalem Timur. Pada hari yang sama, pasukan Israel pun menahan al-Faqih. Israel tak memberi keterangan apapun mengenai penangkapan tersebut.

Sementara, para pejabat Palestina mengatakan Ghaith dan al-Faqih ditangkap sebagai respons atas upaya mereka membuat penilaian dan mempublikasikan nama-nama yang terlibat dalam proses penjualan rumah untuk para pemukim Yahudi di lingkungan Muslim di Yerusalem. Perundingan solusi dua negara antara Palestina dan Israel telah terhenti sejak 2014. Prospek keberhasilan solusi dua negara pun terancam saat Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember tahun lalu.

Setelah pengakuan itu, Palestina memutuskan mengundurkan diri dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Hal itu dilakukan karena Palestina menilai AS tidak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel. Padahal, AS mengetahui bahwa Palestina mendambakan Yerusalem Timur menjadi ibu kota masa depan untuk negara mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement