Ahad 16 Dec 2018 17:31 WIB

Soal Yerusalem, BKSAP-DPR Nilai Langkah Australia Keliru

Dunia internasional tak lagi melihat konflik Palestina-Israel hanya isu Arab.

Rep: Fauziah Mursyid/ Red: Nashih Nashrullah
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI menilai langkah Australia mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel adalah langkah keliru. Pihaknya mendesak Australia meninjau ulang keputusannya tersebut. 

"Keputusan itu tidak tepat. Jelas itu merugikan masa depan Palestina dan menggangu hubungan Australia dengan mitra-mitra strategisnya termasuk Indonesia,” ujar Wakil Ketua BKSAP Rofi Munawar usai memimpin Sidang Kawasan Asia Pasifik di Konferensi Parliamentarians for Al-Quds di Istanbul, Turki, dalam siaran pers yang diterima wartawan, Ahad (16/12).   

Menurutnya, mengakui Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel merupakan langkah ceroboh dan buruk bagi masa depan perdamaian Palestina-Israel. Meskipun, Australia berjanji tidak akan memindahkan kedutaannya ke Yerusalem Barat sampai ada status penentuan akhir.

"Tapi mereka lupa justru dengan pengakuan itu semakin sulit mencapai penentuan status akhir,” kata Rofi.

Politikus PKS itu mengingatkan negara-negara lain untuk tidak mengikuti langkah AS dan Australia tersebut. 

“Mengikuti kebijakan AS di bawah Trump terbukti kerapkali memantik kegaduhan internasional. Dunia termasuk Australia seharusnya menyadari gaya kepemimpinan Trump yang seringkali ceroboh dan destruktif,” kata dia.

Sebab, Rofi menegaskan saat ini masyarakat internasional melihat masalah konflik Palestina-Israel tidak lagi urusan kawasan Arab dan Islam. 

Dalam Konferensi Parliamentarians for Al-Quds, Delegasi DPR juga meminta insan parlemen sedunia melihat Palestina sebagai masalah kemanusiaan dan ketidakadilan.

"Kami para anggota parlemen di sini sepakat dengan cara pandang itu,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement