Senin 12 Mar 2018 07:23 WIB

Percepat Pemilu, Netanyahu Ingin Hindari Penyidikan?

Tiga kasus penyuapan yang melibatkan Netanyahu sedang diselidiki polisi Israel.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: EPA/Jim Hollander
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perselisihan dalam koalisi partai di pemerintahan Israel mengenai wajib militer bagi orang-orang Yahudi ultra-ortodoks telah menimbulkan spekulasi. Sejumlah politikus Israel menduga Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ingin segera melakukan pemilu untuk membantunya menghindari penyelidikan korupsi.

Partai-partai sayap kanan dan partai-partai religius di pemerintahan telah terpecah dalam mendukung undang-undang (UU) yang akan melindungi pembebasan orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer. Hal ini telah mendesak adanya serangkaian pertemuan antara Netanyahu dan sejumlah mitra politiknya.

Kantor Netanyahu kemudian melakukan perundingan koalisi pada Ahad (11/3). Hasil perundingan itu mengatakan menteri kabinet sedang menunggu partai ultra-Orthodox, yang menguasai 13 dari 66 kursi di parlemen, untuk mempresentasikan rumusan revisi UU.

Partai sayap kanan sekuler ingin pembebasan itu dicabut atau setidaknya istilahnya diubah. Di masa lalu, para pihak yang berselisih telah berkompromi mengenai masalah ini, namun Netanyahu diduga akan meruntuhkan pemerintahan.

"Ini adalah krisis palsu yang bisa diselesaikan. Ini semua tergantung pada Netanyahu," ujar Naftali Bennett, pemimpin partai nasionalis Jewish Home, yang memiliki delapan kursi di parlemen, kepada Radio Israel.

"Jika Anda (Netanyahu) akan menjatuhkan pemerintahan sayap kanan dan menggiring kami ke pemilu yang tidak perlu untuk tujuan pribadi, Anda akan kehilangan kami," tambah Bennett. Ia mengisyaratkan akan menarik dukungan untuk Netanyahu di masa depan jika perdana menteri itu didakwa.

photo
Skandal korupsi Benyamin Netanyahu.

Sedikitnya ada tiga kasus yang sedang diselidiki polisi Israel seputar tuduhan penyuapan, yang mengancam kelangsungan hidup Netanyahu. Netanyahu sendiri telah membantah melakukan kesalahan dan mengatakan dia adalah korban 'perburuan penyihir.'

Dalam perundingan koalisi, Netanyahu mengatakan dia bekerja untuk sebuah pemerintahan yang stabil yang akan menghentikan dakwaannya sampai pemilu nasional digelar pada November 2019.

Pengamat politi Israel Yossi Verter mengemukakan strategi Netanyahu dalam sebuah tulisan yang dipublikasikan di surat kabar sayap kiri Haaretz. "Semua faktor telah terlihat bagaimana seorang perdana menteri memiliki kesempatan untuk kembali mengikuti pemilu, menang, dan membentuk pemerintahan baru, dan kemudian setelah dia didakwa, dia berargumen bahwa masyarakat tahu ia tidak bersalah karena telah memilihnya. Oleh karena itu ia dapat terus mengikuti persidangan sambil terus mengelola negara," tulis Verter.

Polisi telah menyatakan Netanyahu dikenai dakwaan dalam dua kasus korupsi. Jajak pendapat terakhir menunjukkan dukungan publik untuk Netanyahu masih kuat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement