Rabu 05 Sep 2018 18:59 WIB

Israel akan Bongkar Desa Badui di Tepi Barat

Eropa Bersatu secara terbuka mendesak Israel membatalkan rencana penggusuran itu.

Badui Muslim yang dibongkar rumahnya oleh Israel
Foto: Haaretz
Badui Muslim yang dibongkar rumahnya oleh Israel

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Mahkamah Agung Israel pada Rabu (5/9) mengizinkan pembongkaran desa Badui di tanah jajahan Tepi Barat. Dalam putusan dikeluarkan juru bicaranya, mahkamah agung menolak petisi menentang pembongkaran Khan al-Ahmar.

Sekitar 180 warga Badui, yang beternak domba dan kambing, hidup dalam gubuk seng dan kayu di Khan al-Ahmar. Mereka tinggal di luar Yerusalem di antara dua permukiman Israel dan dibangun tanpa izin Israel. Warga Palestina mengatakan izin tersebut tidak mungkin diperoleh.

Israel menyatakan berencana memindahkan warga itu ke daerah berjarak sekitar 12 kilometer, di dekat desa Palestina Abu Dis. Tapi, tempat baru itu berada di samping tempat pembuangan sampah. Pembela hak asasi menyatakan pemindahan paksa penduduk akan melanggar hukum antarbangsa, yang berlaku untuk wilayah jajahan.

Eropa Bersatu secara terbuka mendesak Israel membatalkan rencana penggusuran itu. Feisal Abu Dahouk, penduduk Khan Al-Ahmar, menyebut amar pengadilan itu keputusan rasialis, dengan mengatakan kepada Reuters melalui telepon, "Tidak ada tempat yang bisa kami datangi."

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman memuji keputusan itu. "Khan al-Ammar akan dikosongkan! Saya mengucapkan selamat kepada hakim Mahkamah Agung atas panggilan dan keputusan berani mereka, dalam menghadapi kemunafikan rancangan Abu Mazen (Presiden Palestina Mahmoud Abbas), kelompok kiri dan negara Eropa," kata Lieberman di Twitter.

Ayman Odeh, kepala United Arab List di parlemen Israel, di Twitter menyatakan penduduk desa itu menjadi korban kebijakan penghancuran dari pemerintahan kanan, yang memperluas kelompok permukiman dengan mengorbankan masyarakat Arab. Sebagian besar negara menganggap permukiman buatan Israel di tanah caplokannya dalam Perang Timur Tengah pada 1967 tidak sah dan menjadi hambatan untuk perdamaian.

Mereka menyatakan permukiman itu mengurangi dan memecah-belah wilayah, yang Palestina perjuangkan untuk negara kelak di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza. Israel menyengketakan itu dengan mengutip Alkitab, sejarah dan hubungan politik dengan tanah itu, serta kebutuhan keamanan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement