Kamis 27 Sep 2018 17:01 WIB

Badan PBB: Pengungsi Palestina Berhak Kembali ke Tanah Air

UNWRA menepis anggapan telah mengabadikan status pengungsi Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pengungsi Palestina/ilustrasi
Foto: guardian.co.uk
Pengungsi Palestina/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Pierre Krahenbuhl menegaskan kembali hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah airnya. Ia menolak pernyataan yang menyebut para pengungsi Palestina tidak berhak kembali ke negaranya.

"Anda bisa yakin semua orang mengadvokasi hak untuk kembali dari (para pengungsi) Rohingya, sama seperti orang akan mengadvokasi hak kembali bagi pengungsi Afghanistan dan Suriah," kata Krahenbuhl, dikutip laman Aljazirah, Kamis (27/9).

"Mengapa satu-satunya komunitas di planet yang tidak memiliki hak untuk kembali adalah orang-orang Palestina? Itu tidak masuk akal," ujarnya menambahkan.

Krahenbuhl pun menepis anggapan bahwa UNRWA telah mengabadikan status pengungsi Palestina. "Ketiadaan resolusi politik dari konflik antara Palestina dan Israel adalah apa yang telah mengabadikan status pengungsi mereka, bukan pekerjaan UNRWA," katanya.

Menurutnya, resolusi politik antara Palestina dan Israel memang penting dicapai. "Para politisi harus lebih memperhatikan akar penyebab konflik ini," ucap Krahenbuhl.

Ia pun mengapresiasi solidaritas besar yang telah diperlihatkan sejumlah negara, termasuk Uni Eropa, untuk UNRWA. Krahenbuhl berpendapat saat ini UNRWA memang membutuhkan dukungan besar setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan menghentikan pendanaan terhadap organisasi tersebut.

Kendati demikian, UNRWA, kata dia, masih mampu mempertahankan layanan bagi para pengungsi Palestina. Salah satunya adalah membuka sekolah untuk setengah juta anak-anak pengungsi Palestina tepat waktu, yakni pada Agustus dan September. Itu merupakan kabar baik di tengah krisis yang dihadapi UNRWA.

"Sekarang kita perlu menjaga mereka (sekolah) tetap terbuka, menjaga klinik tetap terbuka dan menjaga layanan lain tetap berjalan," ujarnya.

AS diketahui telah memutuskan menghentikan pendanaan terhadap UNRWA. Keputusan tersebut seketika mengancam eksistensi UNRWA. Sebab, AS merupakan penyandang dana terbesar bagi lembaga tersebut, dengan rata-rata kontribusi mencapai 300 juta dolar AS per tahun.

Saat ini, UNRWA tengah berjuang menggalang dana guna menambal kekurangan dana akibat keputusan AS. Penghimpunan dana penting dilakukan agar program dan layanan UNRWA bagi 5 juta pengungsi Palestina tetap berjalan.

Krahenbuhl mengatakan saat ini UNRWA sedang mencari kemitraan baru dengan berbagai negara, organisasi, serta individu guna menutup defisit anggarannya. “Kami telah meluncurkan kampanye penggalangan dana global (bertajuk) ‘Dignity is Priceless’ karena kami berkomitmen untuk para pengungsi Palestina dan kami tidak akan menghentikan misi ini,” ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan lembaga swadaya masyarakat di Ramallah pekan lalu.

Baca: Netanyahu Bertemu Al-Sisi di Sela Sidang PBB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement